JAKARTA – Ada tiga konsekuensi setelah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua berubah dan ditetapkan menjadi kelompok teroris oleh Pemerintah sejak beberapa waktu lalu.
Demikian dikatakan pengamat terorisme dan intelijen, Ridlwan Habib, di Jakarta, Minggu (2/5/2021).
Ridlwan mengatakan, konsekuensi pertama, ujung tombak penanganan adalah Polri dalam hal ini Detasemen Khusus (Densus) 88, dan para pelaku dihukum menggunakan Undang-undang nomor 5 tahun 2018. Bahkan bisa meminta bantuan TNI, bahkan pasukan khusus TNI dalam operasi penegakan hukum terhadap terorisme.
Namun perlu segera ada Perpres keterlibatan TNI dalam mengatasi terorisme sebagai payung hukum dan segera ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Konsekuensi kedua, penyebutan secara spesifik kelompok terorisme di Papua mesti berdasarkan pimpinan mereka. Sebab jangan sampai salah menyebut sebagai kelompok teroris Papua karena akan membuat marah warga Papua lain yang tidak mendukung.
“Sebut saja nama kelompoknya misalnya kelompok teroris Lekagak Telenggen, kelompok teroris Goliat Tabuni, kelompok teroris Kely Kwalik, dan seterusnya,” kata dia.
Ketiga, Densus 88 bisa menangkap siapa saja yang setuju, atau mendukung aksi-aksi bersenjata di Papua. Termasuk mereka yang mendukung di medsos. Misalnya Veronika Koman, yang selama ini mendukung KKB di Twitter.
“Bisa ditangkap atas dugaan terorisme sesuai UU 5 tahun 2018,” ujarnya.
Disamping itu, penangkapan juga bisa dilakukan terhadap aktivis-aktivis pro KKB yang berada di kota-kota di luar Papua. Misalnya di Yogyakarta dan Surabaya.
“Kalau ada indikasi kelompok itu mendukung KKB sekarang bisa dihukum dengan UU terorisme,” kata dia.
Dengan demikian perlu dipikirkan masifnya penangkapan, termasuk kapasitas penjara yang digunakan nanti.