JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus mengupayakan negosiasi dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) agar membebaskan pilot Susi Air, Philips Mark Methrtens, yang sudah hampir enam bulan disandera.
Demikian dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (3/7/2023).
“Kita akan terus berusaha bernegosiasi,” ujarnya.
Diketahui, Nasib Methrtens, warga Selandia Baru, kini berada di ujung tanduk setelah batas waktu negosiasi yang diberikan KKB ke pemerintah telah terlewati pada Sabtu (1/7/2023).
Jokowi bahkan mengeklaim pemerintah sudah melakukan banyak upaya untuk membebaskan Methrtens.
“Sebetulnya banyak hal yang kita lakukan di sana, tetapi tidak bisa saya buka di sini,” kata dia.
Sementara Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, menjelaskan pemerintah tidak akan gegabah dalam membebaskan Methrtens.
Pemerintah Selandia Baru, lanjut Moeldoko, meminta agar upaya pembebasan tersebut tidak menelan korban.
“Jadi kita juga kan melihat dinamika lapangannya. Kalau tentaranya nanti ngawur pembebasan korban kan repot juga. Harus dikalkulasi dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh ada tindakan yang gegabah,” kata Moeldoko.
Ia menjelaskan, proses pembebasan ini menggunakan pendekatan secara lunak (soft approach) dan pendekatan secara keras (hard approach).
Pendekatan soft approach, kata Moeldoko, antara lain digunakan melalui jalur komunikasi politik.
“Masing-masing sudah tahu bagaimana melaksanakan perannya. Kepolisian melaksanakan peran seperti apa, TNI melaksanakan peran seperti apa, Kementerian Luar Negeri melaksanakan peran seperti apa,” ujar Moeldoko.
Begitu juga dengan Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, mengatakan TNI masih mengedepankan soft approach dalam operasi pembebasan Methrtens.
Ia menambahkan, TNI tetap membuka pintu komunikasi dengan KKB. Namun, TNI menghindari permintaan KKB terkait senjata dan kemerdekaan Papua.
“Prinsip Panglima TNI membuka lebar-lebar komunikasi dengan KST (kelompok separatis teroris), yang dihindari hanya amunisi atau senjata dan minta merdeka, itu saja,” kata Julius.
Terancam Dieksekusi Sebelumnya, KKB di bawah pimpinan Egianus Kogoya mengancam akan menembak Methrtens pada Sabtu (1/7/2023), setelah berakhirnya batas negosiasi yang mereka berikan.
KKB sempat merilis video yang berisi pernyataan Methrtens bahwa ia bakal ditembak jika pemerintah tak kunjung berunding soal kemerdekaan Papua.
“Kalau sudah dua bulan dan mereka tidak bicara Papua, mereka akan tembak saya,” kata Philips dalam video itu.
Pada Jumat pekan lalu, Julius meyakini bahwa KKB mengetahui konsekuensi apabila mereka menembak Methrtens.
Menurut Julius, jika hal dilakukan, aparat akan lebih mudah melakukan operasi penumpasan separatis teroris tersebut.
“Secara strategi operasi akan lebih memudahkan satgas untuk melakukan operasi,” kata Julius.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan andai KKB benar-benar menembak Philips Methrtens, tentu saja operasi akan menjadi lebih mudah. Tekanan dan risiko yang dihadapi aparat dalam operasi pun jauh berkurang.
“Dengan demikian, operasi akan sepenuhnya bisa dilakukan untuk menegakkan hukum terhadap para pelaku kejahatan sekaligus mengevakuasi korban,” kata Khairul.
Ia menilai, sikap tersebut merupakan sebuah penegasan bahwa pemerintah tak bisa ditekan oleh KKB untuk memenuhi tuntutan mereka yang tidak realistis.
Khairul pun mengingatkan, tidak sedikit kasus penyanderaan di berbagai negara yang sanderanya tidak berhasil diselamatkan. Misalnya dalam kasus penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
“Ada sandera yang dieksekusi mati sebelum berhasil dibebaskan, ada juga yang tewas ketika upaya pembebasan dilakukan. Tapi apakah kemudian itu menempatkan Filipina sebagai pihak yang bersalah dan menyebabkan ketegangan dalam hubungan antarnegara? Tentu tidak,” kata Khairul.