JAKARTA – Pemerintah Rusia diyakini menyebar kabar bohong alias hoax sudah bertahun-tahun, dan telah dipercaya media dan masyarakat di Tanah Air.
Hal itu terungkap dari pengakuan sejumlah perempuan warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Ukraina, seperti Pepi Aprianti Utami.
Dari pengakuan Pepi, WNI yang tinggal di Kyiv bersama suaminya mengatakan, sejak 2014 sudah mendengar pemberitaan media Rusia tentang kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Pemerintah Ukraina.
“Saya melihat dan menonton berita Rusia itu seperti bukan hidup di dunia yang sama. Mereka memberitahukan segala hal 180 derajat yang tidak sama dengan kejadian di Ukraina,” ujarnya seperti diberitakan Rakyat Merdeka Online (RMOL), beberapa waktu lalu.
Karena itu, menurut Pepi, apapun yang dilaporkan media Rusia selalu terbalik dengan fakta yang sebenarnya.
Tak hanya Pepi, WNI yang tinggal di Lviv bernama Rini Ambarwati, juga mengatakan merasa sakit hati karena sebagai warga yang tinggal di Ukraina, dia menjadi saksi penderitaan masyarakat akibat invasi Rusia.
“Sejujurnya sakit hati karena sebagai warga yang tinggal di sini, saya yang merasakan dan yang menderita,” kata dia.
“Ketika melihat pemberitaan di media (Rusia) aku sakit hati, karena sempat berpikir Rusia sebaik yang diberitakan oleh media-media di Indonesia,” lanjut dia.
Baca Lagi: Cegah Radikal-Intoleransi, BNPT Gandeng Universitas Islam As-Syafi’iyah
Olehnya itu, ia berharap masyarakat di Indonesia berpikir secara logika tentang invasi Rusia terhadap Ukraina. Disamping tak menyinggung agama, seperti menyamakan Ukraina dengan Palestina.
“Ini Ukraina, yang dijajah sama Rusia,” kata dia.
Begitu juga pengakuan, Maysaroh, WNI yang tinggal di Odessa, melihat pemberitaan di Indonesia tentang penjajahan Rusia terhadap Ukraina cenderung menonjolkan sisi Rusia.
“Mereka (media Indonesia) gemar menggunakan diksi ura-ura. Mereka tidak tahu apa itu ura-ura. Mereka harusnya tahu, kalau ura-ura bagi masyarakat yang tinggal di sini merupakan ancaman yang mencekam. Nyawa kami terancam,” katanya.
Kemudian ada juga Prihatini alias Titin, WNI yang tinggal di Mykolaiv, mengaku sedih setiap kali terkait jargon ura-ura, meski telah menjelaskan hal tersebut.
“Perasaan saya sedih banget sejak hari pertama lihat ‘ura-ura’ kok begini. Aku coba menjelaskan, tetapi netizen Indonesia justru membully aku,” kata dia.
“Mereka yang tinggal di Indonesia sebenarnya tidak tahu dan tidak mau tahu jargon ‘ura-ura’ tersebut,” tambahnya.