JAKARTA – Setelah KRI Teluk Hading-538 TNI Angkatan Laut (AL) terbakar saat melakukan operasi rutin di Perairan Sulawesi, pengamat intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro, mendorong revitalisasi dan modernisasi alutsista TNI.
Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro, mengatakan bahwa revitalisasi dan modernisasi alutsista TNI tidak bisa ditunda lagi setelah KRI Teluk Hading-538 terbakar.
“Kapal perang (KRI) ini adalah alat utama untuk melaksanakan fungsi deteksi, pengintaian, pencegahan, dan penyerangan di laut, maka sudah seharusnya kondisinya prima,” ujarnya di Jakarta, Minggu (4/6/2023).
Simon menambahkan, TNI AL harus mengevaluasi kondisi alutsista-nya dalam kasus kegagalan selama operasi seperti ini.
“Setidaknya, gunakanlah KRI yang lebih baru,” kata Simon.
Menurut Simon, kepulauan Indonesia sekarang terbagi menjadi tiga zona yang dikenal sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Tujuan pembagian ini adalah untuk memudahkan koordinasi dan membagi pos patroli.
Menurutnya, berdasarkan ALKI yang ada, setidaknya ada sembilan pos patroli. TNI harus mempersiapkan kapal operasi, kapal cadangan, dan dukungan untuk operasi di udara, di pantai, dan di perbatasan negara dalam konteks ALKI.
“Ini membutuhkan alutsista yang tidak biasa-biasa saja. Tapi alutsista yang canggih dengan kemampuan interoperabilitas yang tinggi,” katanya.
Simon menambahkan, kebakaran KRI Teluk Hading-538 menunjukkan bahwa agenda Revolusi dalam Urusan Militer (RMA) TNI harus dievaluasi secara berkala.
Selain mencapai target, hal lain yang harus dipertimbangkan adalah kemampuan TNI untuk meremajakan atau merevitalisasi KRI yang sudah cukup tua.
“Penyematan perangkat modern pada seluruh KRI dan alutsista pendukung lainnya adalah keharusan,” katanya.
Simon menyatakan bahwa personel dan sistem kami cukup kuat, yang menunjukkan bahwa seluruh kru KRI Teluk Hading-538 dapat diselamatkan dalam 30 menit.
Namun, perlu diingat bahwa kru profesional juga memerlukan dukungan alutsista yang canggih dan berkualitas tinggi.