Peran Guru Sangat Penting Bendung Radikalisme

Nasional626 Dilihat

ACEH – Radikalisme dan terorisme tidak mengenal agama, profesi, jenjang pendidikan, kaya atau miskin. Semua memiliki potensi terpapar virus radikalisme dan terorisme.

Untuk itu, peran guru atau kalangan pendidik sangat sentral dalam rangka membendung radikalisme. Dimana guru harus mampu mengajarkan sikap, perilaku dan tindakan yang saling toleran dan cinta damai. Terpenting Guru menjadi penengah diatas perbedaan pendapat.

Demikian dikatakan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Mukhlisuddin Ilyas, saat memberi sambutan pada kegiatan Training of Trainer Guru Pelopor Moderasi Beragama dan Lomba Pembuatan Video Pendek yang digelar FKPT Aceh dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Gedung Dekranas Aceh Besar, Blang Bintang, Rabu (12/10/2022).

Menurut dia, hasil kajian BNPT menyebut, potensi radikalisme lebih tinggi pada kalangan perempuan.Kejadian Surabaya, Batam, Medan dan penyerangan Mabes Polri yang dilakukan oleh seorang mahasiswi, harus menjadi catatan dan pembelajaran.

Radikalisme dan terorisme adalah sebuah fakta. Khusus di Aceh, domain diskursus radikalisme sudah bergeser, dari wilayah politik ke wilayah agama. Padahal dalam agama apapun di dunia ini, tidak membenarkan tindakan teror, apalagi membunuh.

Untuk itu, moderasi beragama sebuah gagasan membangun tolerasi, sikap anti kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal. “Dalam sejarah masyarakat Aceh, kita punya kearifan lokal yang matang terkait toleransi dan moderat,” katanya.

Ia menambahkan, sejarah keberagaman orang Aceh sudah teruji. Dalam perspektif sejarah, sulit orang Aceh terpapar radikalisme dan terorisme. Namun, situasi kini sudah berubah, karena sejumlah orang Aceh terlibat dalam jaringan terorisme.

Malah, Pergunungan Jalin Jantho Tahun 2010 di Kabupaten Aceh Besar, sempat menjadi pusat pelatihan terorisme terbesar di Indonesia ketika itu.

“Makanya jangan heran, dimana saja ada aksi terorisme, ada kata Aceh didalamnya, karena mereka pernah ikut pelatihan di Jalin, Jantho, Aceh Besar,” katanya.

Mukhlis menegaskan, sekarang harus ada gagasan supaya generasi muda dibahani pelajaran sejarah Aceh yang toleran dan moderat.

Menurut catatannya, seseorang yang terlibat dalam kelompok terorisme, pasti melalui proses sikap intoleransi, kemudian menjadi radikal dan terorisme. Karena itu perlu sikap dan tindakan hidup yang toleran.

“Hindari berhubungan dengan kelompok yang suka menyalahkan amaliyah orang lain, suka membidahkan kelompok lain, suka mengkafirkan orang lain, kehidupan yang eksklusif, dan tergabung dalam organisasi ekstrimis,” ujar Mukhlis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar