JAKARTA – Pandemi Covid-19 belum juga mereda hingga saat ini, bahkan belakangan penyebaran virus corona semakin merejalela. Ironisnya, di tengah pandemi muncul gerakan antivaksin dan isu konspirasi yang membuat penyebaran Covid-19 malah semakin tinggi. Oleh sebab itu, guna melawan penyebaran lebih meluas lagi, perlu adanya gerakan bersama dengan melibatkan para tokoh agama dan masyarakat memberikan teladan penerapan protokol kesehatan (prokes).
“Saya melihat merebaknya wabah pandemi Covid-19 di Indonesia ini berbarengan dengan menguatnya pengaruh era post truth, pasca kebenaran. Di mana kebohongan, prasangka, emosi, ini justru menyatu sebagai kebenaran,” ujar Tokoh Pemuda Nahdlatul Ulama (NU), Adnan Anwar, di Jakarta, Kamis (1/7/2021).
“Sehingga yang terjadi hingga saat ini, berita hoax malah lebih dipercaya oleh orang-orang itu daripada data dan fakta yang ada sebenarnya,” Adnan menambahkan.
Menurutnya, masyarakat harus terus diberikan pengertian bahwa wabah Covid-19 adalah musibah yang mengglobal. Di mana virus ini akan menyerang siapa saja, tidak melihat umur, jabatan, gender, agama, ataupun aliran. Karena Indonesia adalah negara yang berbasis agama terbesar di dunia, maka perlu peran tokoh agama untuk masuk memberikan edukasi bagi umatnya.
“Peranan tokoh agama, baik para kiai, pendeta, bedande, dan tokoh agama lainnya ini sangatlah penting dalam mensosialisasikan mengenai bahayanya Covid-19. Tokoh agama secara struktural harus masuk dalam tim gugus tugas, agar mampu memberikan penerangan dan pengertian hingga level grassrote,” kata dia.
Oleh sebab itu, perlunya sinergi integratif antara yang ahli kesehatan, dokter spesialis, ahli virus, ahli sosiologi masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, TNI/POLRI yang bekerja secara sistematis di bawah kendali Gugus Tugas yang selalu hadir dalam berbagai kegiatan masyarakat di saat pandemi.
“Nah paling tidak Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT bisa diberikan peran yang lebih, bukan hanya pencegahan paham radikal terorisme saja, tetapi juga berperan memberikan pemahaman kepada umatnya dalam, melawan pandemi,” katanya.
“Para tokoh agama harus menjelaskan dengan baik dan benar kepada umatnya agar yakin. Caranya, dengan memanfaatkan teknologi misalnya mengkampanyekan melalui media sosial, karena kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk mengumpulkan para umatnya karena dapat menimbulkan kerumunan,” Adnan melanjutkan.
Edukasi harus terus dilakukan agar tidak terjadi salah tafsir di masyarakat dalam pilihan jenis vaksin, yang mana vaksin yang sudah ditentukan oleh pemerintah sudah sangat terjamin kebersihan dan kehalalannya. Karena ia meyakini pemerintah tidak bakal membohongi atau mencelakakan masyarakat.
“Maka kalau ada tokoh agama yang memprovokasi umat untuk melawan pemerintah ini sebenarnya tidak benar. Secara umum ulama dan masyarakat kita masih patuh pada pemerintah, karena sesuai dengan anjuran agama ‘atiullaha waatiurrosul waulil amri mingkum’,” ujar dia.
Bahkan di beberapa daerah dirinya melihat masih ada tokoh agama yang belum mendapatkan arahan atau pemerintah setempat untuk bersinergi dan berperan melawan pandemi.
Disamping itu, pemerintah harus merubah strategi dan metode dalam penanganan pandemi yang tidak semata melalui pendekatan medical dan economic centre. Tetapi metode menyeluruh karena sudah menjalar kemana-mana.
“Saya melihat pemerintah hingga saat ini sepertinya tampak tidak memilki grand desain dalam penangan covid dengan segala eksesnya, seperti melibatkan para tokoh agama. Sudah saatnya pemerintah melibatkan tokoh agama, apalagi situasinya saat ini grafik penyebaran virus masyarakat yang tertular semakin naik,” katanya.