SERANG – Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei mendatang, harus bisa menjadi momentum dan penyemangat bagi seluruh komponen bangsa yang terlibat dalam dunia pendidikan, untuk membuka lembaran baru dalam memperkuat strategi membentengi generasi muda dari pengaruh intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Prof. Irfan Idris, saat menjadi narasumber pada acara Pelatihan Guru dalam rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan dan Bullying yang berlangsung di aula SMANegeri 3, Serang, Banten, Senin (29/4/2024).
“Tentunya bagaimana melakukan dialog dan komunikasi agar perilaku intoleran bisa diminimalisir. Di Hari Pendidikan Nasional besok harus ada semangat baru. Substansinya memang itu itu juga, tetapi strateginya yang harus diperbaharui. Mungkin yang kemarin-kemarin itu di dunia di dunia nyata lebih banyak, tetapi sekarang harus kita ubah porsi di dunia maya harus lebih besar,” ujarnya.
Di tengah kemajuan era globalisasi saat ini, dirinya juga mengingatkan kepada seluruh guru untuk banyak-banyak belajar. karena sekarang ini anak-anak bisa dikatakan lebih cerdas karena dia setiap saat selalu berinteraksi dengan dunia maya.
“Itulah kelebihan yang ada di dunia maya. Tetapi di sisi lain ada juga banyak pengaruh negatifnya yang bisa memancing emosi para generasi muda, terutama pelajar-pelajar di lingkungan tingkat sekolah menengah. Sekolah damai ini ada karena anak-anak kita sekarang diserang. Gadget yang melekat pada anak menjadi ruang propaganda yang efektif membentuk anak menjadi pribadi yang intoleran,” kata dia.
Dikatakannya, dengan maraknya dunia digital yang sudah menguasai generasi muda, maka perlu strategi baru bagi seorang guru baik itu guru bidang agama, guru bidang Pancasila dan bidang lainnya untuk dapat menanamkan nilai-nilai perdamaian, nilai-nilai positif melalui aplikasi yang ada di dunia maya, seperti TikTok, Instagram dan sebagainya.
“Karena di era dunia maya ini anak-anak remaja jaman sekarang ini lebih banyak bermain di dunia (aplikasi) Tik Tok. Nah sekarang sudah saatnyalah bagaimana guru itu juga bisa masuk ke Tik Tok. Dan guru tidak boleh mengatakan itu (dunia maya) bukan dunia saya. Ini bukan persoalan dunia (nyata atau dunia maya), tetapi ini masalah soal sasaran pendidikan tersampaikan atau tidak,” katanya.
Menurut Prof Irfan, kalau menanamkan pendidikan hanya tersampaikannya melalui dunia nyata atau bangku sekolah ataupun orang tua memberikan pengajaran atau mendidik anaknya di rumah juga akan kurang efektif
“Berapa persen hal itu di sekolah tersampaikan? Di rumah melalui orang tua berapa persen sih? 24 jam mereka anak-anak ini bisa pegang gadged,main misalnya TikTok dan sebagainya. Sudah saatnya guru dan juga orang tua memasukkan nilai-nilai itu melalui Tik Tok. Saya kira strategi itu akan lebih efektif,” ujarnya.
Seperti diketahui, pelatihan para guru ini merupakan bagian dari rangkaian program Sekolah Damai yang menjadi prioritas Kepala BNPT RU, Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel, di tahun 2024.
Oleh karenanya, meskipun ini namanya sekolah damai tetapi harus ada pemberdayaan perempuan menyampaikan mereka kepada para siswa agar selalu agar selalu berhati-hati di dalam melakukan media sosial berselancar di dunia maya karena itu menjadi sasaran empuk kelompok terorisme global globalisasi, yang mana di atas permukaan aman-aman saja tapi dibawa permukaan ini generasi muda selalu menjadi sasaran empuk untuk direkrut.
“Akan lebih berbahaya lagi kalau tenaga pengajar, pendidik, guru atau mentor yang terpapar anak-anak jadi kasihan atau anak anak yang lebih-lebih mulai terpapar mereka harus memiliki sikap toleransi dan inklusif. Artinya mereka tidak boleh ada,” katanya.
Diketahui, provinsi Banten pada tahun 2024 ini memulai program Sekolah Damai. Pelatihan guru ini diikuti kurnag lebih sebanyak 70 guru SMA se kota Serang. BNPT sendiri terus berkomitmen dan konsisten untuk mengajak seluruh komponen masyarakat baik pemerintah, akademisi, pemuka agama, komunitas, dunia usaha dan media untuk bersama-sama terlibat dan berpartisipasi dalam pencegahan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Ini adalah bagian dari pencegahan yaitu pada bagian kontra radikalisasi khususnya kontra narasi dan kontra propaganda,” kata Prof Irfan Idris mengakhiri.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Banten, H. Tabrani, mengakui kalau selama ini kurangnya para guru memiliki pengetahuan yang utuh menjadi kendala bagi para guru dalam mencegah bahaya intoleransi, radikalisme, dan terorisme baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarganya.
“Teman-teman (guru) ini kan tidak mempunyai pengetahuan yang utuh bahwa siapa orang-orang yang ada di sekelilingnya sebagai pelaku terorisme. Nah makanya nanti mudah-mudahan melalui workshop ini itu bisa dipahami, sehingga minimal dia bisa mengetahui, bisa memahami dan akhirnya kalau terjadi walaupun dia tidak bisa melakukan tindakan langsung dia bisa menyampaikan laporan kepada pihak-pihak yang berwenang,” ujarnya.
Namun demikian dirinya mengatakan, kalau pihaknya secara rutin dan kontinue melakukan rapat koordinasi dengan para kepala sekolah dan juga melakukan pertemuan-pertemuan dengan pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang mana secara normatif dirinya menyampaikan pemahaman tentang pengelolaan penyelenggaraan Pendidikan.
“Kami juga menyampaikan pesan-pesan pada guru-guru kami bahwa hari ini kita jangan pernah lengah terhadap aktivitas para terorisme yang mungkin yang mungkin masuk ke lingkungan sekolah,” katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya merasa bersyukur dan berterima kasih kepada BNPT RI yang telah mengadakan pelatihan kepada para guru pada program Sekolah Damai ini.
“Saya terima kasih kepada BNPT, dimana Banten menjadi salah satu provinsi yang menjadi sasaran untuk melakukan kegiatan workshop ini. Mudah-mudahan kegiatan ini nanti bisa dipahami oleh para guru yang mengikuti dan akhirnya bisa disemaikan kepada teman-teman yang lain yang ada di sekolahnya masing-masing Tentunya ini momentumnya sangat tepat dalam menyambut hari pendidikan nasional di tahun 2024,” ujar Tabrani mengakhiri.
Sementara itu narasumber lain yang dihadirkan Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.Hamka (Uhamka), Mohammad Abdullah Darraz, mengatakan di era digital dimana saat ini banyak sekali propaganda intoleransi, radikalisme dan terorisme maka dirasa penting menciptakan ekosistem sekolah damai.
“Karena tidak ada satupun sekolah yang mengajarkan radikalisme dan terorisme, tetapi sekolah harus waspada dan menjadi cure bagi siswa yang terpapar,” ujar Abdullah Darraz.
Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu guru kuasai, pertama adalah kemampuan mengidentifikasi sikap intoleransi pada siswa. Kelompok radikal menyasar sekolah umum karena sekolah ini dianggap tidak punya basis keagamaan yang kuat.
“Jadi mereka cenderung menyasar sekolah-sekolah umum. Guru PKN misalnya jadi aktor radikalisasi di salah satu sekolah di Jawa Tengah. Guru Bahasa Indonesia terpapar juga di Jateng. Pemahaman keagamaan yang kuat dapat menjadi tameng ketahanan untuk mencegah paham radikalisme di lingkungan sekolah,” ujarnya.