JAKARTA – Keterlibatan dua oknum polisi Polda Lampung yang diduga sebagai pemasok amunisi dan senjata api kepada terduga teroris TI yang diamankan baru-baru ini, merupakan fakta bahwa jaringan terorisme mentargetkan aparat, karena salah satu alasannya punya akses ke senjata.
Demikian dikatakan Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, dalam rilis tertulisnya di Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Sebelumnya ada Brigadir WK dari Kabupaten Tanggamus masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Lampung karena diduga terpapar paham radikalisme
Kemudian, Bripda NOS, anggota polisi wanita di Kepolisian Daerah Maluku, dipecat dari institusi kepolisian karena terdeteksi memiliki afiliasi dengan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Ken mengatakan, kasus oknum Perwira Brimob Polda Lampung yang ditangkap Densus 88 mirip dengan Sofyan Tsauri, polisi yang pernah terpapar Salafi Wahabi dan bergabung dalam jaringan teroris, karena menyalurkan senjata api dan melatih pemuda yang ada di pelatihan militer di Aceh.
Bisa jadi diduga oknum Polda Lampung tersebut terlibat hanya karena berteman dengan jaringan terorisme, lalu dimanfaatkan akses senjatanya karena motif ekonomi, dan bisa juga karena yang bersangkutan terpapar paham radikalisme,” ujarnya.
Meski demikian, dirinya meminta masyarakat untuk menunggu rillis resmi dari Kepolisian terkait keterlibatan dua oknum Brimob Polda Lampung tersebut.
Ia menambahkan, saat ini muncul fenomena unik di internal kepolisian dengan istilah Polisi Cinta Sunnah yang juga merupakan salah satu cara infiltrasi paham salafi wahabi ke tubuh kepolisian.
“Banyak Polisi yang terpapar radikalisme karena belajar dengan guru yang salah, atau salah mengundang penceramah dan mengikuti tokoh tokoh Salafi Wahabi,” kata dia.
Fenomena Polisi Cinta Sunnah adalah benalu atau parasit ditubuh kepolisian, kelihatan rajin ibadah dan jargon memurnikan tauhid, kembali kepada quran sunnah selalu menjadi andalan mereka saat berdiskusi.
Tak hanya itu, banyak polisi yang tiba tiba menyalahkan dan membidahkan masyarakat yang berbeda paham, anti perbankan karena dianggap riba, bahkan sampai mengkafirkan orang lain yang tidak sepaham dan akhirnya mengundurkan diri, karena menjadi Polisi dianggap bertentangan dengan hati nurani.
Ken menjelaskan, jumlah pengikut media sosial Polisi Cinta Sunnah yang sekarang berganti nama menjadi Pembelajar Cinta Sunnah mencapai sekitar 750.000 orang.
“Foto foto Polisi bercelana cinkrang dan berjenggot yang awalnya menghiasi beranda Instagram kini sudah banyak di hapus dan diganti dengan konten hadist dan ayat ayat kitab suci,” katanya.
Ken khawatir jika fenomena Polisi Cinta Sunnah atau Polisi yang bergabung dengan kelompok Salafi Wahabi dianggap hal biasa dan tidak dianggap sebagai ancaman, maka tidak mustahil kasus seperti di Lampung akan terjadi lagi di wilayah Polda lain.
Apalagi beberapa waktu, Direktur pencegahan BNPT, Brigjen Ahmad Nurwakhid, pernah mengungkapkan jika semua tahanan terorisme di Lapas BNPT ataupun di tahanan kepolisian mayoritas berpaham Salafi Wahabi.
“Harus ada antisipasi terhadap terpaparnya anggota kepolisian dalam hal sistem tes atau penelusuran tentang mental dan ideologi supaya penyusupan gerakan radikalisme di lingkungan aparat bisa dicegah,” kata Ken mengakhiri.