JAKARTA – Ekonomi dan pertahanan merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan, kedua dislipin ilmu tersebut bisa saling melengkapi bagi eksistensi suatu negara dalam persaingan di dunia.
Hal itu dikatakan eks Sekjen Kementerian Pertahanan, Laksdya TNI Purn Agus Setiadji, pada diskusi virtual bertema yang diselenggarakan Jakarta Defence Studies (JDS) di Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Ia menjelaskan, pertahanan yang kuat membutuhkan kekuatan ekonomi yang baik. Namun, sebaliknya kekuatan ekonomi membutuhkan stabilitas keamanan, sehingga keduanya tak bisa dipisahkan.
Oleh karena itu, kemajuan ekonomi nasional tidak mungkin dicapai apabila pertahanan rapuh. Sebab pertahanan negara memengaruhi keamanan nasional (national security) dan stabilitas ekonomi nasional, sedangkan kualitas ekonomi akan menghasilkan kesejahteraan (prosperity).
“Ekonomi pertahanan bagian dari perekonomian nasional, perlu dikelola dengan baik berkaitan dengan keterbatasan, efisiensi anggaran, dan prioritas kebutuhan,” ujarnya.
Menurut Agus, ekonomi pertahanan merupakan satu kesatuan utuh tentang upaya untuk mempertahankan eksistensi suatu negara dalam mempertahankan diri, baik secara ofensif maupun defensif, melalui ilmu ekonomi dihadapkan kepada keterbatasan sumber daya.
“Banyak hal yang tercakup dalam ilmu ekonomi pertahanan, termasuk pencegahan dan penghindaran perang, inisiasi dan penghentian, interaksi strategis, perlombaan senjata, maupun kontrol senjata,” ujar dia.
Demikian pula, pembentukan aliansi, alokasi sumber daya, dan perilaku. Struktur komando versus ekonomi pasar sebagai sumber daya pertahanan juga masuk dalam bahasan.
“Kesiapan militer, material-material strategis, dan kebijakan industri pertahanan juga pengadaan, akuisisi, dan analisis kontrak-kontrak pertahanan,” katanya.
Untuk itu, pemerintah harus mampu mengendalikan peredaran senjata di negaranya, membatasi impor senjata, meningkatkan kualitas hasil produksi agar kompetitif, serta memberikan peluang yang sama antara industri pemerintah (BUMN) dan industri swasta nasional.