JAKARTA – Pesantren memiliki peranan penting dalam peradaban bangsa Indonesia. Sentimen ini bahkan bisa ditarik mundur hingga zaman pra-kolonialisme, membuktikan bahwa banyak pesantren telah berdiri sebelum adanya sekolah formal.
Jutaan santri yang telah dicetak oleh sistem pendidikan pesantren, kemudian menjadi faktor penting dalam menentukan sikap nasionalisme terhadap Indonesia yang bisa mewadahi segala perbedaan.
Staf Khusus Menteri Agama yang juga kader Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Muhammad Nuruzzaman, menjelaskan pesantren yang jumlahnya sekitar 36 ribu di Indonesia, memiliki fungsi pendidikan sangat penting dalam melakukan penguatan pemahaman keagamaan dan wawasan kebangsaan yang lebih baik.
“Jadi hubbul wathon minal iman (mencintai bangsa merupakan tanda keimanan) itu munculnya dari pesantren. Kalau ada pesantren yang tidak mengajarkan itu, perlu ditanyakan ke-pesantrenannya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (27/10/2023).
Selain sebagai salah satu jenis lembaga pendidikan, kata Nuruzzaman, pesantren juga memiliki peran dakwah.
Pesantren yang memiliki pemahaman keagamaan yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia, kemudian didakwahkan kepada masyarakat yang tinggal disekitarnya.
Hal ini dilakukan agar pemahaman keagamaan Islam di Indonesia tidak tercampur ideologi transnasional, yang sudah terbukti memiliki kaitan dengan berbagai tindak kekerasan dan perbuatan makar.
Nuruzzaman yang juga berasal dari kalangan santri ini pun menerangkan, peran dakwah yang dilakukan pesantren oleh para kiai (pengasuh pesantren).
“Dakwah pada konteks ini tidak hanya ceramah saja, tetapi para kiai ini juga datang ke masyarakat sekitar secara langsung, ataupun masyarakat yang mendatangi pada Kiai untuk menanyakan persoalannya,” kata dia.
“Bahkan kiai-kiai di berbagai kampung dan pesantren, sampai urusan bercocok tanam, memberikan nama bayi yang baru lahir, menentukan waktu menikah, menentukan banyak hal, itu ditanyakan ke kiai setempat,” lanjut dia.
Kegiatan tersebut, kata Nuruzzaman, menjadi dakwah yang dilakukan oleh kiai dan memenuhi fungsi pesantren yang selanjutnya, yaitu memiliki peran pemberdayaan masyarakat.
“Pesantren sebagai sebuah lembaga independen dan pendidikan dakwah yang lahir dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, bisa memberikan peran pemberdayaan dan pendampingan terhadap masyarakat luas,” jelasnya.
Ia menambahkan, pesantren juga mendapatkan perhatian lebih dari negara, dimana disahkannya Undang-Undang Pesantren di tahun 2019.
Menurut Nuruzzaman, Undang-Undang Pesantren ini setidaknya mencakup tiga aspek, yakni fungsi pesantren sebagai penyebaran dakwah, lembaga pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat.
“Jelas pesantren selama ini mengajarkan santri-santrinya itu untuk memahami pemahaman keagamaan yang baik dan moderat. Bahkan pesantren juga mengambil peranan dalam mengajarkan nasionalisme sesuai dengan perspektif Islam,” katanya.
Para Santri ‘Wajib’ Pahami Tiga Prinsip Pesantren
Dalam memberikan pemahaman hubbul wathon minal iman, pesantren-pesantren Indonesia memiliki tiga prinsip yang harus dimengerti oleh para santrinya, antara lain ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah, dan ukhuwah basyariyah.
Ukhuwah Islamiyah berarti mempersaudarakan sesama umat Islam. Ukhuwah wathoniyah berarti peduli terhadap sesama anak bangsa Indonesia, terlepas apapun agama atau keyakinannya.
Sementara ukhuwah basyariyah berarti bisa saling tolong menolong dengan sesama manusia, apapun negara, suku, bangsa, atau agamanya.
Ia mengungkapkan, seperti halnya dengan Indonesia yang konsisten mendukung Palestina. Padahal Palestina letaknya berjauhan dari Indonesia, namun secara kemanusiaan mereka juga saudara, baik secara ukhuwah islamiyah maupun ukhuwah basyariyah.
“Kita di Indonesia, khususnya para santri, senantiasa mendoakan mereka (rakyat Palestina). Tidak lupa pula kita memberikan bantuan berupa kebutuhan-kebutuhan dasar, dan dukungan politik yang mendesak pemerintah negara Republik Indonesia untuk melakukan konsolidasi di kancah internasional agar konflik Palestina dan Israel segera berakhir,” jelas Nuruzzaman.
Walaupun demikian, lanjutnya, anak bangsa Indonesia juga jangan melupakan bahwa di Indonesia sendiri banyak persoalan kemanusiaan yang belum usai.
“Banyak rakyat kita yang juga yang secara ekonomi belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Mereka juga belum bisa mengakses pendidikan karena jarak yang jauh, atau bahkan tidak ada pesantren dan sekolah. Masih kita bisa temukan juga di Indonesia, ada kasus agama tertentu yang susah mendirikan tempat ibadahnya. Itu semua adalah bagian dari ukhuwah wathoniyah, dan ini juga menjadi tugas bersama, baik santri, masyarakat umum, serta pemerintah,” terang Nuruzzaman.
Untuk itu, Nuruzzaman menyampaikan harapan agar pesantren-pesantren di Indonesia bisa kuat secara ekonomi.
Dengan begitu, pesantren akan banyak memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, termasuk terhadap pemerintah.
Jika telah kuat secara ekonomi, pesantren juga tidak akan bisa terkooptasi oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu, tetapi justru pesantren bisa lebih bicara soal politik adiluhur, politik kebangsaan dan politik kerakyatan.
“Kalau pesantren ini bisa berdaya secara ekonomi, maka kemudian yang paling penting adalah bagaimana pemerintah memberikan dukungannya untuk mendorong pesantren dan para santrinya memiliki daya lebih untuk membaktikan dirinya bagi bangsa dan negara,” kata Nuruzzaman mengakhiri.