Politisasi Agama Pemicu Utama Radikalisme dan Terorisme

Nasional18 Dilihat

PURWOKERTO Politisasi agama atau menggunakan agama dalam ajang politik, adalah salah satu pemicu utama munculnya radikalisme dan terorisme. 

Hal tersebut diungkapkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R. Ahmad Nurwahid, dalam rilis Humas BNPT di Jakarta, Senin (6/6).

“Radikalisme dan terorisme itu akar masalahnya adalah ideologi,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Publik 2022 bertema “Melawan Kelompok Radikal dalam Dinamika Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2024” yang diselenggarakan Yayasan Tri Bhakti Pratista di Advocafe, Purwokerto, Jumat (3/6/2022). 

Diskusi Publik 2022 bertema “Melawan Kelompok Radikal dalam Dinamika Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2024” yang diselenggarakan Yayasan Tri Bhakti Pratista di Advocafe, Purwokerto

“Pemicu utamanya adalah politisasi agama, sehingga sangat relevan dengan kegiatan seperti ini, kita melakukan ikrar bersama, menandatangani pakta integritas supaya menghadapi Pemilu 2024 kedepan, tidak ada lagi yang namanya politisasi agama,” lanjut dia.

Menurut dia, apapun argumennya atau  alasannya, agama adalah firman Tuhan, sehingga harus menjadi sumber inspirasi untuk kemanfaatan semua pihak. 

“Jadi politisasi agama adalah pemicu utama radikalisme dan terorisme. Dan itu harus ditiadakan” kata dia.

Baca Lagi: Perlu Regulasi Penanggulangan Sebaran Radikal Terorisme di Kampus

Indonesia sebagai negara yang sangat majemuk, memiliki potensi sangat besar untuk terjadinya konflik. Sehingga masyarakat harus berhati-hati dan tak gampang terpolitisasi.

Diskusi Publik 2022 bertema “Melawan Kelompok Radikal dalam Dinamika Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2024” yang diselenggarakan Yayasan Tri Bhakti Pratista di Advocafe, Purwokerto

“Negara kita punya potensial konflik yang paling besar di dunia. Di Arab, hanya beberapa etnis dan suku bangsa, pecah jadi berbagai negara. Bangsa Indonesia? Ada 1300 lebih suku bangsa, tersebar di 17.000 lebih pulau-pulau, agamanya ada enam, alirannya juga begitu banyak dan ini bisa disatukan dalam NKRI. Bayangkan betapa besarnya potensial konfliknya, harus hati-hati dan dijaga” katanya.

Oleh sebab itu, masyarakat harus bangkit melawan radikalisme dan politisasi agama. Karena inilah salah satu penyebab-penyebab terjadinya konflik yang ada, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.

Ia menilai, Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Dimana Pancasila sebagai dasar negara yang dirumuskan para pendiri bangsa telah terbukti mampu dalam menyatukan bangsa Indonesia dan menghalau berbagai macam tantangan yang sebelumnya dapat memecah belah bangsa.

Diskusi Publik 2022 bertema “Melawan Kelompok Radikal dalam Dinamika Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2024” yang diselenggarakan Yayasan Tri Bhakti Pratista di Advocafe, Purwokerto

Nurwahid pun berharap dengan adanya diskusi tersebut, kepedulian masyarakat dalam melawan ideologi radikal terorisme pun akan terus meningkat, serta akan terbangunnya moderasi agama sehingga bisa meresonansi kepada daerah lainnya

“Kami sangat mengapresiasi diskusi seperti ini, kegiatan seperti ini menunjukan kepedulian masyarakat terhadap bangsa dan negaranya, terutama terhadap ancaman ideologi radikalisme dan terorisme,” kata dia. 

“Banyumas ini luar biasa, dimana disini terbangun moderasi beragama yang luar biasa dan semoga bisa meresonansi atau menularkan kepada daerah-daerah lain  untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti ini” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *