JAKARTA – Sebagai orang yang beriman, tentu mengerti betul maksud dan tujuan puasa yaknib‘La’allakum Tattaquun’. Dimana, Insya Allah orang tersebut akan terhindar daripada perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki Allah, baik itu yang diharamkan, dilarang, dan sebagainya.
Demikian dikatakan Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia (SII), Muflich Chalif Ibrahim, di Jakarta, Kamis (22/4/2021).
“Sebagai orang beriman harus tahu yang menjadi tujuan puasa Ramadan. Karena arasy filosofisnya solidaritas sosial demi mewujudkan keadilan sosial, yakni ada pada taqwa atau Ketaqwaan,” ujarnya.
Muflich mengatakan, sesungguhnya tujuan berpuasa adalah taqwa, yang mana berupaya untuk bersungguh-sungguh dengan penuh kesungguhan, keimanan dan memohon keridhaan dari Allah SWT. Sehingga terhindar dari perbuatan yang tidak baik, seperti menyebarkan hoaks, memprovokasi, adu domba, dan sebagainya
“Kalau dia merasa dirinya sebagai orang yang bertaqwa, maka selama 24 jam dia merasa diawasi oleh Allah, baik ucapannya, perbuatannya, semuanya,” kata dia.
Dengan memahami hal tersebut, tidak ada yang bisa disembunyikan luput dari pantauan Allah SWT. Karena, setiap saat akan selalu merasa diawasi dan harus dipertanggungjawabkan kelak di kemudian hari.
Karena itu, puasa menjadi instrumen untuk membentengi manusia. Bahkan Rasulullah Muhammad SAW sudah jelas ‘shaum junnah’ yakni perisai, benteng pelindung puasa dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan agar diajuhkan dari api neraka.
Selain itu, Islam sebagai kekuatan spiritualitas menekankan untuk senantiasa peduli dan memihak terhadap yang lemah. Mnurutnya, relasi puasa juga terkait dengan misalnya zakat yang harus dibayarkan sebelum puasa usai, himbauan kesediaan membantu, memperbanyak infaq, shodaqoh, hibah, distribusi kekayaan dari kaya ke miskin.
“Substansi puasa itu kalau tidak dibarengin dengan komitmen sosial, tentunya tidak bermakna,” katanya.
Dalam memaknai puasa, mesti Muhasabah dengan memperbaiki hati, melatih, menyucikan, dan membersihkannya. Dimana Rasul Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan janganlah puasa menjadi penahan lapar dan haus saja, yang mana pada akhirnya tidak tercapai tujuan dari puasa tersebut.
“Kalau selama puasa itu dia tetap melakukan hal-hal yang diharamkan dan dilarang oleh Allah, seperti mengadu domba, ghibah, menyebar fitnah tentu akan tidak bermakna puasanya,” kata dia.
Disamping itu, sinergisitas para ulama dan umara’ harus terus dilakukan. Agar apa yang menjadi kebijakan bisa merupakan kesepakatan ulama-umara’. Karena ulama yang disegani dan memiliki pengaruh di masyarakatnya harus terus menyampaikan himbauan, mengingatkan terus pada umatnya mengenai pentingnya, misalkan mengikuti protokol kesehatan dan menahan diri.
“Kadang memang ada juga para tokoh ini merasa capek mengingatkan. Jadi kewajiban kita untuk menyampaikan dengan ikhlas saja, semoga mendapatkan keridhaan semata karena Allah untuk kebaikan masyarakat, Insya Allah masyarakat akan mudah mengerti dan mengikuti imbauan-imbauan pemerintah,” ujarnya.
Dirinya juga berharap para tokoh dapat menjadi contoh dan tauladan yang baik. Karena sampai saat ini masih banyak tokoh-tokoh yang masih suka menebarkan kebencian, menebarkan caci maki, saling mencela, mengejek yang tidak pada tempatnya.
“Seharusnya mereka antar tokoh itu bisa duduk bersama secara baik-baik empat mata, untuk selalu mengingatkan satu sama lain, saling asah-saling asuh begitu. Untuk itu marilah dengan puasa ini kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan agar semua terbentengi dari hoaks, provokasi dan ujaran kebencian ,” ujar dia.