JAKARTA – Rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan telah dilaksanakan Kepolisian sejak pukul 03.00 WIB dan baru selesai sekitar pukul 06.00 WIB. Namun kegiatan reka ulang itu digelar tertutup.
Lokasi rekonstruksi dijaga ketat, setiap gang menuju lokasi area ditutup. Sejumlah polisi disiagakan di tiap gang. Bahkan warga sekitar tak diperkenankan mendekat ke lokasi. Juga lalu lintas dialihkan ke jalur lain.
Kuasa Hukum Novel Baswedan, Saor Siagian, mengaku heran rekonstruksi tersebut digelar tertutup. Padahal seharusnya digelar terbuka.
“Ya mestinya kan terbuka. Ini kejadian penyerangannya di tempat terbuka. Kita juga bertanya mengapa misalnya mesti di lakukan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (7/2/2020).
“Kita tidak tahu apa penyebabnya. kawan-kawan kan lebih tepat bertanya kepada kepolisian, apa di otak polisi, mengapa di pikiran polisi itu kemudian melakukan rekonstruksi dan tidak mengizinkan orang untuk melihatnya gitu,” Saor menambahkan.
Menurutnya, rekonstruksi yang dilakukan dini hari perlu dipertanyakan. Sebab meski insiden penyiraman terhadap kliennya terjadi usai Novel melaksanakan ibadah salat subuh, namun reka ulang tidak perlu dilaksanakan sesuai waktu kejadian tersebut.
“Memang kejadian serangan itu subuh, tetapi untuk rekonstruksui tak juga harus dibuat pada waktu yang sama. Karena ini rekonstruksi, mestinya kan tidak ada alasan penyidik, kan ditempat terbuka,” kata dia.
Tak sampai disitu kekesalan Saor, soal belum dipertemukannya dua orang tersangka penyiraman dengan kliennya juga turut dipertanyakan. Padahal Novel berkeinginan bertemu dua orang yang itu.
“Sampai detik ini kan belum ada polisi meminta supaya dipertemukan dengan dua tersangka,” katanya.
Namun dalam adegan reka ulang itu, Novel tak bisa mengikuti. Menurut Saor, kliennya tak bisa menghadiri proses rekonstruksi karena sakit.
“Yang saya tahu dari klien saya, Pak Novel tidak bisa ikut rekonstruksi karena kesehatan matanya tidak mengizinkan,” katanya.
Menurut Saur, kesehatan mata Novel memburuk sejak beberapa waktu lalu. Bahkan sempat mengalami pembengkakan pasca diperiksa polisi pada 6 Januari 2020 lalu.
Oleh karena itu, dirinya hingga kini belum mengetahui pasti keberadaan sang klien. Apakah tengah berada di Singapura untuk memeriksakan matanya atau berada di Indonesia. Meski begitu, ia memastikan penyidik handal lembaga antirasuah itu mengetahui rekonstruksi kasusnya digelar hari ini.
“Yang saya tahu setelah tanggal 6 (Januari 2020) diperiksa, besoknya langsung pembengkakan, langsung ke Singapura. Jadi dia pulang pergi. Ketika saya hubungi kemarin, dia sendiri dalam keadaan sakit. Kita tidak tahu apakah keberadaannya,” kata dia.
“(Tapi) dia tahu (ada rekonstruksi), karena kan ada pemberitahuan sehari sebelumnya,” imbuh dia.
Dalam perkara ini, kepolisian telah menetapkan sebanyak dua orang tersangka yakni RM dan RB. Keduanya berstatus polisi aktif saat melakukan aksinya.
Sementara Wakil Direktur (Wadir) Kriminan Umum Polda Metro Jaya, AKBP Dedy Murti, menjelaskan ada 10 adegan yang diperagakan tersangka dalam rekonstruksi.
“Ada 10 adegan dan ada beberapa adegan tambahan sesuai dengan pembahasan tadi di lapangan,” ujar di Jakarta, Jumat (7/2/2020).
“Sesuai dengan pembahasan tadi di lapangan dengan rekan-rekan JPU. Ini dalam rangka memenuhi petunjuk dari JPU dalam P19 nya ini kami lakukan sesuai dengan apa yang sudah kami bahas sebelumnya,” Dedy melanjutkan.
Dedy mengatakan, rekonstruksi itu telah memenuhi persyaratan administrasi baik formil maupun materil dalam berkas perkara yang sudah dikirim ke JPU.
“Intinya adalah supaya alat bukti dan keterangan para saksi dan tersangka dapat kami uji di lapangan. Selanjutnya berkas perkara yang sudah kami lengkapi akan kami kirim kembali ke rekan-rekan di Kejaksaan Tinggi DKI,” ujar dia.