JAKARTA – Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Prof Komarudin Hidayat mengatakan, semakin banyak ilmuwan, peneliti, dan sejarawan yang mulai menyadari penyebab utama radikalisme-terorisme lebih ke politik, ekonomi, hukum, dan sosial budaya, dan agama bukan merupakan alasan yang pertama.
“Banyak yang mulai menyadari bahwa penyebab utama aksi radikalisme-terorisme lebih kepada politik, ekonomi, hukum, dan sosial-budaya,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (24/12/2022).
Menurut Komarudin Hidayat, alasan agama muncul setelah alasan lainnya, seperti rasa ketidakpuasan, kemarahan, dan ketidakseimbangan kelompok. Meski harus juga diakui, di kalangan umat beragama ada perbedaan dalam hal radikalisme karena menyangkut keyakinan.
Sedangkan pemerhati isu-isu strategis dan politik global Prof Imron Cotan menilai, banyaknya informasi tersebar di ranah maya menciptakan paradoks pilihan.
Dalam situasi demikian, arus informasi yang tak tersaring membuat orang kebingungan, sehingga mudah terdorong dengan sendirinya pada ajaran-ajaran radikal atau self-radicalization.
“Hukum mencari pasti mendapatkan. Jadi kalau seseorang mencari hukum yang membenarkan radikalisme-terorisme dalam hutan informasi di dunia maya, yang bersangkutan pasti memperolehnya,” katanya.
Kendati begitu, kini makin banyak tokoh utama motor radikalisme-terorisme yang telah tewas dinegasikan oleh negara-negara maju, utamanya Amerika Serikat. Hal ini berimplikasi terhadap mengecilnya aksi radikalisme-terorisme.
“Kita harus memerangi kebodohan dan kemiskinan agar memutus gerakan radikalisme-terorisme, sehingga menyadarkan masyarakat bahwa sebetulnya gerakan sempalan tersebut tidak relevan dengan tujuan berdirinya NKRI,” kata dia.