CILACAP – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI mengajak para mitra deradikalisasi atau eks narapidana terorisme (napiter) untuk meninggalkan ideologi terorisme.
Pasalnya, ideologi terorisme dibangun dari narasi berdasarkan distorsi dan manipulasi untuk mewujudkan kepentingan tertentu.
“Ideologi terorisme itu bertujuan politis yaitu ingin menghancurkan suatu negara dan mengganti dengan negara yang ingin mereka bentuk,” ujar Direktur Deradikalisasi BNPT RI, Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, di Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (9/11/2023).
Pernyataan itu diucapkan Direktur Deradikalisasi BNPT saat peresmian Yayasan Derap Bakti Pertiwi, yang merupakan yayasan mitra deradikalisasi wilayah Cilacap dan sekitarnya.
Peresmian itu dilanjutkan dengan Seminar Kebangsaan bertema “Tahun Politik: Tantangan dan Mitigasi Radikalisme, Ekstrimisme, Intoleran dan Terorisme di Indonesia” di Pendopo Wijaya Kusuma Sakti, Kabupaten Cilacap.
Nurwakhid mengatakan, selama ini kelompok terorisme selalu menggunakan dalil-dalil agama dalam membenarkan aksinya.
Padahal terorisme tidak ada kaitannya dengan agama apapun, karena tidak ada satu pun agama yang membenarkannya, apalagi Islam.
“Namun, ada oknum agama yang salah dalam menafisrkan dan memberikan informasi yang menyimpang. Biasanya kelompok ini menunggangi agama mayoritas yang ada di suatu wilayah,” kata dia.
Nurwakhid mengharapkan, pemerintah dapat mengantisipasi dan melarang segala bentuk ideologi radikalisme dan terorisme melalui regulasi dan kebijakan.
Sejauh ini belum ada aturan atau Undang-Undang yang melarang keberadaan ideologi-ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila, sejak UU Subversif di Indonesia dihapus.
“Intinya ideologi radikalisme dan terorisme adalah paham yang dikapitalisasi untuk kepentingan proxy war. Mereka bertujuan merusak negara kita dan mengganti dengan negara khilafah. Padahal jelas Indonesia adalah negara kesepakatan yang dulu diperjuangkan oleh para pendiri bangsa,” jelasnya.
Untuk itu, Nurwakhid mengajak para mitra deradikalisasi agar benar-benar menanggalkan ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan ajaran Islam rahmatan lil alamin.
Terkait dengan tujuan diselenggarakannya kegiatan ini, jelasnya, adalah mendorong percepatan implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan masyarakat dalam pencegahan dan rehabilitasi paham radikalisme, intoleransi dan terorisme, memaksimalkan peran masyarakat dalam menjaga keutuhan NKRI.
Ia berharap, Yayasan Derap Bakti Pertiwi dapat membantu proses reintegrasi para mantan narapidana terorisme lainnya, agar diterima oleh masyarakat dan seluruh masyarakat dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai.
Yayasan Derap Bakti Pertiwi Dibentuk atas Kekhawatiran Mitra Deradikalisasi
Ketua Yayasan Derap Bakti Pertiwi, Adi Jihadi, menjelaskan bahwa pembentukan yayasan ini atas dasar keresahan dan kekhawatiran para mitra deradikalisasi terhadap tindakan dan pemikiran yang tidak sesuai dengan agama dan negara. Paham yang dimaksud adalah paham intoleran dan segala tindakan yang mengarah pada terorisme.
“Dari pemikiran itulah kami (mitra deradikalisasi) mengusulkan kepada Pemerintah Daerah dan BNPT untuk membentuk yayasan ini. Harapannya dengan dibentuknya yayasan ini akan terciptanya masyarakat yang inklusif, damai dan harmoni dalam bingkai Kesatuan Negara Republik Indonesia,” ujarnya.
Ia mengatakan, Yayasan Derap Bakti Pertiwi telah melakukan kerjasama dengan berbagai perangkat Pemerintah Daerah seperti Kesatuan Bangsa Politik (Kesbangpol) Cilacap.
Pj. Bupati Cilacap, Yunita Dyah Suminar, mengapresiasi inisiatif dan mendukung keberadaan Yayasan Derap Bakti Pertiwi ini.
Ia berharap, terbentuknya Yayasan Derap Bakti Pertiwi mampu berkontribusi meminimalisir dan mengantisipasi penyebaran radikalisme dan terorisme khususnya di Kabupaten Cilacap.
“Ini menjadi ide dan kemajuan yang luar biasa karena para mantan napiter telah kembali ke NKRI dan menunjukkan keseriusannya dalam mereduksi paham radikalisme dan terorisme yang ada di masyarakat,” kata dia.
Sementara mantan napiter, Ustaz Sofyan Tsauri, yang turut hadir dalam kesempatan itu mengatakan kelompok terorisme sering melakukan manipulasi informasi.
Contohnya adalah kelompok Khawarij yang menggunakan ayat dan hadis dalam Alquran untuk mewujudkan kepentingannya mendirikan negara Islam dan menjustifikasi tindakan kriminal yang telah dilakukan.
Padahal, di Indonesia umat Islam diwajibkan untuk mengikuti pemimpin dan suara mayoritas dan agama islam tidak mengajarkan segala bentuk kekerasan.
Sofyan menegaskan, agama merupakan kekuatan yang dahsyat dan ketika jatuh kepada orang yang beriman, mencintai persatuan dan kaum muslimin, maka kehidupan akan menjadi rahmatan lil’alamin.
“Akan tetapi, apabila jatuh ke orang-orang yang jahat dan mempunyai agenda tersembunyi, maka akan menimbulkan perpecahan,” katanya.