BOGOR – “Kami mau belajar dari pakar-pakar penanggulangan terorisme di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI. Indonesia kami lihat mampu menghadapi segala tantangan penanggulangan terorisme dengan positif, jadi kami belajar dari Indonesia”.
Hal tersebut dikatakan Pimpinan delegasi Religious Rehabilitation Group (RRG) Singapura, Salim bin Mohamed Nasir, saat melakukan kunjungan ke Kantor Pusat BNPT RI di Sentul, Bogor, Selasa (21/11/2023).
Sementara Direktur Deradikalisasi BNPT RI, Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, menjelaskan peran mitra deradikalisasi dalam program deradikalisasi. Dimana, salah satu perannya adalah menceritakan bagaimana proses mereka terpapar ideologi yang salah.
Menurut Nurwakhid, terorisme bisa menyerang siapa saja, maka dalam penanggulangannya BNPT RI menggandeng mereka yang secara langsung telah mengalami dan pernah terpapar.
“Mereka bisa menceritakan pengalamannya secara langsung. Kami gandeng menjadi mitra deradikalisasi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, perbandingan regulasi penanggulangan terorisme antara Indonesia dan Singapura.
Dalam menghadapi virus ideologi, kata Nurwakhid, pihaknya membagi dalam tiga tahap cluster. Pertama, yang masih moderat tapi rentan terpapar. Kedua, sudah terpapar virus ideologi yang salah tapi tidak sadar. Ketiga, mereka yang sudah berpaham radikal dan sudah masuk dalam jaringan teror.
:Tahapan ketiga ini baru kami bisa bekerjasama dengan Densus (Detasemen Khusus) 88 dan melakukan program deradikalisasi. Sementara, di Singapura dari cluster pertama sudah bisa dilakukan pre-emptive justice,” katanya.
Dalam kesempatan itu, perwakilan mitra deradikalisasi, Sofyan Tasuri, menjelaskan mengapa banyak kalangan tertarik mengikuti jaringan teror.
“Akar terorisme adalah intoleransi dan radikalisme, kelompok-kelompok ini menyajikan agama secara instan dan terlihat peduli pada perkembangan agama padahal mereka tidak membawa ruh-ruh agama dalam aktivitasnya,” katanya.
Sekadar diketahui, RRG terbentuk sebagai upaya meredam radikalisme di Singapura. Sejumlah ulama senior hingga ustaz tergabung dalam organisasi itu untuk melakukan konseling terhadap sejumlah muslim yang terpapar radikalisme, termasuk para narapidana teroris, dan mereka yang menyebarkan ekstremisme.