Seni dan Budaya, Upaya Efektif Tangkal Radikal Terorisme

Nasional2 Dilihat

MAGELANG – Seiring berkembangnya pola penyebaran paham radikal dan terorisme, upaya penanggulangannya pun juga harus terus berkembang, yaitu dengan memanfaatkan berbagai elemen yang ada. 

Salah satunya adalah dengan pemanfaatan seni dan budaya. Dimana seni dan budaya dianggap bisa menjadi pola penanggulangan yang efektif terhadap penyebaran radikalisme dan terorisme.

Hal itu diungkapkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R Ahmad Nurwahid saat menghadiri pagelaran seni dan budaya Merawat Perbedaan dalam Bingkai Kebhinekaan yang diselengarakan oleh Pelangi Cinta Nusantara (PCN) di GOR Tri Bhakti, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (31/5).

“Peran seni budaya sangat efektif. Kalau kita lihat dari perspektif radikalisme dan terorisme, tidak bisa parsial. Orang radikal memiliki kontrol emosional yang labil, jiwanya tidak lembut, hatinya keras, lebih mengedepankan simbol-simbol keagamaan, dan lebih mengutamakan ritualitas keagamaan. Dengan membangun atau menggelorafikasi untuk mencintai seni dan budaya melalui event seperti ini, tentunya harapan kita masyarakat akan mencintai bangsa dan negaranya” ujarnya.

Baca Lagi: Radikalisme di Kampus,  Tanggung Jawab Institusi Pendidikan secara Keseluruhan

Menurut dia, kelompok radikal cenderung anti dengan seni dan kebudayaan. Karena pemahaman seperti itu harus di counter dengan semakin meningkatkan pendekatan-pendekatan seni dan budaya dalam masyarakat. Sehingga masyarakat tergerak untuk mencintai budayanya dan tak termakan paham kelompok radikal.

“Kelompok teroris itu anti dengan seni dan budaya serta kearifan lokal. Hatinya keras, makanya kita harapkan dengan pendekatan seni budaya seperti ini, khususnya di Magelang tergerak mencintai seni dan budaya,” kata dia. 

“Karena dengan seni dan budaya akan melembutkan hati, akan membuat jiwa menjadi penuh kasih sayang, sehingga akan terbangun toleransi serta kebhinekaan dan keberagaman,” lanjut dia.

Kecintaan terhadap seni dan budaya lokal, lanjut Nurwakhid, harus diiringi dengan keterbukaan terhadap budaya lain. Dimana pada saat ini dengan transparansi dan globalisasi, pengaruh budaya asing nyata adanya, sehingga harus disikapi dengan bijak, dan dijadikan sarana untuk saling mengenal sesama manusia.

“Harapan kita pada generasi muda pada khususnya, apakah itu generasi milenial, generasi Z, ataupun para penggiat budaya, penggiat seni, untuk mencintai seni dan budaya bangsanya. Walapun di era transparansi dan di era globalisasi ini banyak masuk budaya atau pengaruh asing,” ujar dia.

Ia meminta, masyarakat utamanya kaum moderat untuk menyikapi dengan bijak, bukan menolak, tapi justru menyambut dan kalau bisa mengkolaborasikan antara budaya nusantara dan budaya asing. 

Karena budaya adalah infrastruktur, budaya adalah sarana untuk saling mengenal diantara anak bangsa, dan diantara umat manusia yang berbeda-beda.

“Perbedaan itu sunattullah, dan harus sikapi dengan saling mengenal, sehingga kita saling menghormati, menyayangi, melengkapi, dan saling memanusiakan sesama manusia,” kata dia.

Hal senada Budayawan, Ngatawi Al-Zastrow, mengatakan hati yang keras hanya bisa dilunakkan dengan pendekatan-pendekatan yang lunak. Salah satunya dengan pendekatan budaya dan seni, sehingga akhirnya akan terjalin silaturahmi.

“Pendekatan kebudayaan seperti ini adalah cara yang paling efektif untuk melakukan proses deradikalisasi, karena deradikalisasi terkait dengan kekerasan hati,” ujarnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar