JAKARTA – Smart approach, penggabungan antara hard approach dan soft approach, merupakan strategi nasional dari pemerintah untuk menyelesaikan akar masalah radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Demikian dikatakan Pimpinan Satuan Tugas (Satgas) Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kombes Pol. Didik Novi Rahmanto, seperti diunggah di kanal YouTube Humas BNPT, Minggu (12/12/2021).
“Strategi nasionalnya seperti apa, kalau saya bilang smart approach, yaitu penggabungan antara hard approach melalui penegakan hukum dan soft approach melalui pencegahan,” kata dia.
Menurut Didik, BNPT lebih mengedepankan soft approach dalam menuntaskan persoalan radikalisme dan terorisme di Indonesia. Hal itu dapat dilihat melalui program deradikalisasi yang berfokus menyelesaikan persoalan pada tataran hulu radikalisme dan terorisme, yaitu lembaga-lembaga pendidikan yang menjadi sarana radikalisasi.
Meski begitu, langkah tersebut tidak dapat memberikan hasil yang optimal dalam memutus mata rantai radikalisme dan terorisme, apabila dilakukan oleh BNPT saja. Karenanya butuh kerja sama dengan kementerian/lembaga.
“Memutus mata rantai radikalisme dan terorisme harus dilakukan terus menerus, intervensi pada tempat atau lokasi radikalisasi, seperti lembaga-lembaga pendidikan milik kelompok teror,” katanya.
Soft approach lain, seperti penanaman moderasi beragama, toleransi, dan penguatan ideologi Pancasila melalui pemahaman terhadap wawasan kebangsaan, patut pula untuk dihidupkan kembali. Hal-hal tersebut merupakan pemberi daya tangkal dan daya cegah bagi masyarakat untuk menghindari pengaruh radikalisasi yang akan menuju terorisme.
Ia menambahkan, kelompok radikal berupaya untuk menyelaraskan dan menyeragamkan segala perbedaan yang ada di Indonesia, baik itu agama, adat, maupun budaya. Padahal, Indonesia justru lahir karena adanya keberagaman.
Oleh karena itu, dihidupkannya kembali moderasi beragama, toleransi, dan penguatan ideologi Pancasila di tengah masyarakat juga berperan penting dalam menyelesaikan akar masalah terorisme.