GARDANASIONAL, JAKARTA – Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, turut berkomentar soal cadar dan celana cingkrang yang mendekatkan seseorang pada radikalisme.
Pernyataan itu sebelumnya diutarakan Menteri Agama, Fachrul Razi. Dengan mengaitkan kasus penikaman eks Menkopolhukam, Wiranto di Pandeglang, Banten, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: BNPT: Ciri Radikalisme-Terorisme Bukan Dari Pakaian
Menurut Ma’ruf, tidak tepat apabila menteri agama ingin memberantas radikalisme di Indonesia dengan mengatur cara orang berpakaian. Sebab paham radikal harusnya diberantas dari akar masalahnya.
Persoalan radikalisme, kata eks Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak ada kaitkannya dengan cara berpakaian seseorang. Sebab cara berpikir, bersikap, dan bertindaklah seseorang dicirikan radikal.
“Radikalisme itu bukan soal pakaian. Tapi cara berpikir, bersikap, perilaku, dan bertindak,” ujar Ma’ruf di Jakarta, Jumat (8/11/2019).
Oleh karena itu, untuk memberantas radikalisme, yang perlu dilakukan ialah meluruskan cara berpikir, bertindak, dan bersikap. “Perlu ada upaya intensif tentang kontra-radikalisme dan deradikalisasi,” katanya.
Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Mayjen TNI Hendri P. Lubis, juga mengungkapkan hal yang sama. Dimana radikalisme dan terorisme tidak bisa dinilai dari apa yang dikenakan seseorang.
“Kita menilai seseorang bukan dari penampilan fisiknya, yang paling bahaya adalah pemikirannya. Radikal dalam pemikiran, sikap, dan tindakan,” katanya.
Karenanya, keliru apabila menilai seorang sebagai teroris dan radikal hanya dari jenggot, cadar, maupun celana cingkrang. Ia mencontohkan terorisme di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Januari 2016 lalu. Pelaku teror berpakaian layaknya masyarakat biasa, menggunakan celana jeans, kaos, dan topi. Oleh sebab itu, tak ada korelasi antara pakaian dan ideologi seseorang.
“Artinya, seseorang yang memakai celana cingkrang, jenggot, dan cadar bukan ciri pelaku terorisme,” ujar Hendri.