Soal Pemaksaan Jilbab, Rektor IAIN Metro: Waspada Intoleransi dan Radikalisme Masuk Sekolah

Nasional8 Dilihat

LAMPUNG Akhir-akhir ini sedang ramai masalah pemaksaan pemakaian jilbab terhadap siswi di Yogyakarta dan DKI Jakarta. Ironisnya ,praktik tersebut terjadi di sebuah sekolah negeri. Bahkan kasus ini bukan kasus pertama yang terjadi di lembaga pendidikan. 

Menanggapi hal itu, Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, Siti Nurjanah, menilai kasus pemaksaan pemakaian jilbab tersebut, sarat akan potensi intoleransi dan diskriminasi. Dikhawatirkan akan membawa kepada sikap radikalisme yang mengancam persatuan bangsa.  

“Tidak boleh ada pemaksaan. Itulah yang disebut dengan intoleransi, karena melakukan pemaksaan. Ada diskriminasi di sana. Kenapa? Karena guru tersebut memaksa kepada siswa, yang belum memiliki pemahaman utuh tentang penggunaan jilbab,”ujarnya di Metro,  Provinsi Lampung, Kamis (4/8).

Masalah itu semakin diperparah, karena kasus tersebut terjadi di sekolah negeri yang notabene terdiri dari berbagai macam agama, suku,  dan sudah tentu ada keragaman di dalamnya. 

Menurut dia, sekolah negeri menjadi wilayah atau wewenang pemerintah, dalam hal ini berdasarkan aturan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). 

“Karena ini sekolah negeri, jadi tidak boleh ada pemaksaan,” kata dia.

Baca Lagi: Kepala BNPT: Terorisme Bukan Ajaran Agama

Akibat adanya insiden tersebut, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya konflik berkepanjangan, baik konflik internal agama maupun konflik antar-agama.

“Kalau guru BK-nya muslim, kemudian muridnya juga muslim berarti kan sudah terjadi konflik internal agama, karena adanya pemaksaan. Sehingga bukan tidak mungkin akan timbul dendam, bahkan trauma dan lain sebagainya,” katanya.

Oleh sebab itu, kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena politik identitas seperti itu justru membahayakan, serta berpotensi menimbulkan konflik sosial dan agama yang destruktif bagi keutuhan bangsa yang beragam.

Semua aturan harus mengimplementasikan toleransi dan membangun kesadaran akan keberagaman di antara semua pihak, khususnya mahasiswa dan pelajar tentang bahaya diskriminasi politik identitas.

“Tidak boleh diteruskannya atau tidak boleh dilakukannya diskriminasi. Mahasiswa dan pelajar  butuh sekali sosialisasi pemahaman akan hal tersebut,” ujar dia.

Lembaga Pendidikan Wajib Ciptakan Kondisi Nyaman Bagi Pelajar

Menciptakan kondisi sekolah atau lembaga pendidikan yang nyaman bagi pelajar itu sangat penting. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperkuat moderasi beragama yang terdiri dari empat indikator, yakni cinta terhadap tanah air, toleransi, mencintai kearifan local, dan jauh dari pemahaman radikalisme.

Ia menilai, anti-radikalisme dan anti-kekerasan sebagai poin yang wajib ditanamkan. Artinya siapapun tidak boleh melakukan kekerasan, termasuk kekerasan agama, seksual, dan kekerasan-kekerasan lainnya.

Disamping itu, perlu upaya semua pihak, seperti kepala sekolah, guru, wali kelas, wali murid, dan masyarakat dalam menanggulangi aksi dan praktik intoleransi di lingkungan pendidikan.

Untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut, IAIN Metro Lampung terus memberikan penguatan kapasitas kepada unsur sekolah di Provinsi Lampung. 

Penguatan itu, antara lain menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) untuk para guru, yang diwadahi dalam MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah), MKKM (Musyawarah Kerja Kepala Madrasah) se-provinsi Lampung.

Selain itu, FGD para Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), dengan membahas dan mengusung peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang larangan terhadap ideologi selain ideologi Pancasila.

“Itu merupakan upaya-upaya yang harus direspon secara positif oleh Kemenristekdikti. Sehingga ketika Perpu ini lahir, bisa dijadikan dasar oleh sekolah-sekolah bahwa radikalisme, terorisme serta intoleransi itu harus dibasmi, dicegah dan dilarang,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar