Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diminta untuk mempersiapkan secara ‘matang’ rencana memulangkan 600-an warga negara Indonesia (WNI) eks simpatisan ISIS alias Foreign Terrorist Fighter (FTF).
Anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha, mengatakan sangat penting mematangkan rencana pemulangan WNI eks ISIS tersebut. Karena itu, agar masyarakat tenang, sebaiknya pemerintah mengumumkan siapa saja mantan ISIS yang bakal balik ke tanah air.
“Mereka (pemerintah) harus seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum), mantan koruptor harus diumumkan. Kalau gitu harus disampaikan ini mantan ISIS yang harus dipantau terus,” ujarnya di Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Ia menjelaskan, BNPT dan Badan Intelijen Negara (BIN) harus menanamkan kembali ideologi Pancasila kepada para eks simpatisan ISIS itu. “Mereka wajib mengikuti bela negara, sehingga otaknya bisa dicuci, tidak menular ke masyarakat Indonesia yang lain,” katanya.
Tamliha berharap, sekembalinya ke tanah air, para eks ISI tak membuat resah masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, pemerintah harus menjamin aktivitas mereka tidak membawa pengaruh negatif.
“Kita tetap harus memiliki standar yang jelas,” ujar dia.
Sebelumnya, Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius, mengatakan pihaknya telah menerima informasi sekitar 600-an FTF Indonesia yang ada di Suriah didominasi oleh kaum perempuan dan anak-anak.
Oleh karena itu, BNPT masih membahas penanganan eks simpatisan ISIS dari Indonesia yang ada di Suriah, dengan pihak-pihak terkait, baik antar lembaga di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Saat ini masih dibahas di Kemenkopolhukam bersama kementerian dan lembaga terkait, untuk langkah tindak lanjut ke depannya,” ujarnya usai menjadi pembicara “Regional Expert Meeting on Comprehensive and Tailored Strategies for the Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Persons Allegedly Associated with Terrorists Groups” di The Grove Suite, Jakarta, Senin (3/2/2020).
Menurutnya, telah ada beberapa negara yang telah memulangkan warganya dari Suriah. Hal itulah yang menjadi bahan pelajaran bagi pemerintah sebelum mengeluarkan keputusan. Meski sebenarnya telah memiliki mekanisme screening untuk FTF yang akan masuk ke Indonesia.
“Jerman sudah memulangkan 100 orang lebih, Malaysia sudah 7 orang, Australia ada 9 orang dan sebagainya,” katanya.
“Contohnya seperti yang sudah kita pulangkan tahun 2017 dulu, sebelum adanya UU terorisme yang baru. Ketika kembali, mereka diikutkan program deradikalisasi dan ada juga yang diproses untuk masuk sel. Nah kedepan kita lihat bagaimana dengan adanya UU terorisme baru ini. Itu yang sedang kita diskusikan saat ini,” Suhardi melanjutkan.
Suhardi berharap acara “Regional Expert Meeting on Comprehensive and Tailored Strategies for the Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Persons Allegedly Associated with Terrorists Groups” yang dihadiri banyak negara bisa menjadi salah satu peluang bagi Indonesia, untuk bertukar informasi dan bisa memberikan solusi bagi masing-masing negara lainnya.