JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis mantan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sri Utami 4 tahun penjara, karena terbukti melakukan sejumlah pengadaan fiktif pada 2012, sehingga merugikan negara hingga Rp11,124 miliar.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Sri Utami terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sejumlah Rp250 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” bunyi putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Toni Irfan, Selasa (14/6).
“Mewajibkan terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,398 miliar kepada negara paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dan bila tidak dibayar maka harta bendanya dapat disita dan dilelang oleh jaksa dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 10 bulan,” lanjut Toni.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Sri Utami divonis selama 4 tahun dan 3 bulan ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,398 miliar subsider 1 tahun.
Diketahui, Sri Utami merupakan mantan Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (P3BMN) pada Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara pada Sekretaris Jenderal (Setjen) Kementerian ESDM.
Baca Lagi: Kepala BNPT: Diperlukan Kolaborasi Indonesia-Belgia dalam Penanggulanganan Terorisme
Dalam perbuatannya, Sri Utami dinilai terbukti menerima uang sejumlah Rp2,398 miliar dengan penerimaan sebesar Rp1,498 miliar dari Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Tahun Anggaran 2012 dan penerimaan sebesar Rp900 juta berasal dari Kegiatan Sepeda Sehat dalam Rangka Sosialisasi Hemat Energi Tahun 2012.
Seluruh perbuatan Sri Utami merugikan negara sebesar Rp11,124 miliar. Dimana saat Sri Utami ditunjuk oleh mantan Sekjen Kementerian ESDM, Waryono Karno mencari dana yang diambil dari berbagai kegiatan Setjen ESDM.
Kegiatan tersebut yaitu, pertama, kegiatan sosialisasi sektor energi dan sumber daya mineral Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tahun 2012. Kegiatan sosialisasi dengan anggaran Rp5,309 miliar dipecah menjadi 48 kegiatan dengan nilai sekitar Rp100 juta.
Total uang yang terkumpul dari kegiatan adalah Rp2,964 miliar disampaikan ke Sri Utami, kemudian Sri Utami menggunakan Rp1,465 miliar untuk kegiatan di Setjen yang tidak dibiayai APBN antara lain untuk diberikan ke LSM, organisasi masyarakat, Paspampres, Tunjangan Hari Raya, wartawan, “office boy”, perjalanan, perpanjangan STNK, operasional kantor, dan lainnya.
Sisa uang dibagi-bagi ke Poppy Dinianova (Rp148 juta), Jasni (Rp156,224 juta), Teuku Bahagia (Rp120,4 juta), modal kerja (Rp100 juta).
Kedua, kegiatan sepeda sehat dalam rangka sosialisasi hemat energi tahun 2012 yang total anggarannya Rp4,175 miliar dipecah menjadi 43 paket kegiatan dengan nilai di bawah Rp100 juta.
Uang sebesar Rp1,1 miliar lalu diserahkan ke Sri Utami untuk kegiatan Setjen ESDM yang tidak dibiayai APBN sedangkan sisanya diterima Poppy (Rp437,6 juta), Jasni (Rp318,469 juta), Dwi Purwanto (Rp15 juta), Bambang WIjiatmoko (Rp20 juta), Johan (Rp1,034 miliar).
Ketiga, perawatan gedung kantor Sekretariat ESDM Tahun Anggaran 2012 senilai Rp37,817 miliar untuk renovasi 3 gedung, yaitu Gedung Setjen Kementerian ESDM (Plaza Centris) di Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan (Rp1,83 miliar); Gedung Setjen Kementerian ESDM Jalan Pegangsaan Timur Nomor 1A Cikini Jakarta Pusat (Rp2,693 miliar); dan Gedung Setjen Kementerian ESDM Jalan Medan Merdeka Selatan No 18 Jakarta Pusat (Rp7,968 miliar).
Pekerjaan renovasi tiga gedung itu juga dibagi menjadi paket-paket perawatan kecil yaitu menjadi 142 paket dengan meminjam beberapa perusahaan untuk dijadikan seolah-olah pelaksana pekerjaan dengan “fee” pinjam 2-5 persen dari nilai proyek.