SURABAYA – Walikota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) rupanya memiliki strategi yang terbilang unik dalam menanggani terorisme di Kota Pahlawan tersebut, Selasa (4/8/2020).
Hal itu terungkap kala Walikota Risma menjadi salah satu pembicara seminar digelar oleh The International Institute for Justice and the Rule of Law (IIJ) yang dilakukan secara daring beberapa waktu lalu.
Dilansir surabaya.go.id, Risma bersanding dengan dua narasumber lainnya, yakni Direktur Unit Anti-Radikalisasi Pemerintah Kota Brussels Belgia, Hadeline Feront dan Manajer Strong Cities Network (SCN), Inggris bernama Marta Lopes.
Risma menjelaskan peran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menangani kasus bom yang terjadi pada 2018 lalu. Sesaat setelah kejadian itu, Wali Kota Risma berkeliling mendatangi gereja selama dua hari berturut-turut.
Apalagi kasus teror bom bunuh diri itu membuat warga dan pemerintah setempat sangat terpukul. Sebab Surabaya terkenal dengan kota aman dan tentram.
“Padahal Surabaya dikenal kota yang aman dan tentram. Apalagi menurut survei tingkat kepuasannya masyarakat cukup tinggi. Itu yang membuat kami traumatik warga maupun pemerintah,” ujarnya.
Pemkot Surabaya berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Surabaya, Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) serta tokoh agama untuk sama-sama menyelesaikan persoalan dengan penanganan cepat dan tepat.
Pihaknya bahkan sempat mengundang psikilog dan psikiater untuk memberikan trauma healing kepada anak-anak korban. “Kita juga melakukan hal yang sama pada anak para pelaku yang masih hidup,” kata dia.
Tidak hanya itu, khusus untuk anak para pelaku pengeboman juga didampingi oleh psikolog dari universitas islam. Hal itu penting dilakukan selain untuk menghilangkan rasa trauma, juga dapat di deradikalisasi.
“Selain di healing traumanya, juga di deradikalisasi sudut pandangnya. Makanya kami libatkan,” ujar dia.
Risma mengaku, juga melibatkan para Ibu Pemantau Jentik (Bu Mantik) dalam penanganan kasus terorisme. Diketahui, Bu Mantik merupakan ibu-ibu warga Kota Surabaya yang berperan aktif memantau perkembangan jentik nyamuk terkait dengan pencegahan berbagai penyakit.
“Sebenarnya ide saya yang ingin menggerakkan seluruh sumber daya yang ada untuk turun langsung. Apalagi jumlahnya sangat banyak yakni 22 ribu. Selain itu Bu Mantik adalah orang yang punya hubungan baik dengan warga yang bisa masuk-masuk ke rumah,” katanya.
Oleh karena itu, Risma meminta tim Bu Mantik melakukan pemantauan apabila di rumah warga ditemukan hal-hal yang mencurigakan atau tampak ada atribut yang tidak biasanya.