JAKARTA – Persoalan intoleransi masih menjadi problem serius yang dihadapi bangsa. Potensi benturan, konflik, dan kekerasan yang bernuansakan perbedaan primordial masih cukup tinggi, baik offline maupun online. Karena itu, memasuki tahun 2022 sudah saatnya menyudahi konflik antar suku dan agama apapun yang berbeda berbalut intoleransi.
Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia, Muflich Chalif Ibrahim, mengatakan dirinya optimia, menyongsong tahun 2022 sebagai tahun toleransi dan moderasi beragama.
“Dalam agama Islami, sudah banyak tuntunan soal itu (toleransi). Jadi kalau dia (seseorang) semakin baik interaksi, maka akan semakin baik dalam beragama. Jadi kalau dia baik dalam beragama, Insya Allah akan semakin toleran,” ujarnya di Jakarta, Jumat (31/12/2021).
Bangsa Indonesia yang beragam, lanjut dia, sebagai suatu yang ditakdirkan oleh Allah SWT. Sehingga, menjadi suatu yang wajib disyukuri seluruh elemen bangsa, sebab perbedaan adalah suatu keniscayaan.
“Praktik intoleransi sangat terkait dengan kurangnya pemahaman agama. Kenapa intoleransi kerap terjadi? Itu karena pemahaman agamanya yang kurang,” kata dia.
Muflich menambahkan, intoleransi justru dapat merusak fitrah kemuliaan manusia dan nilai kemanusiaan yang luhur, karena tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak mencampuri atau mengintervensi keyakinan atau pandangan orang lain. Sehingga, perlu agar masyarakat diingatkan kembali kepada perjanjian luhur bangsa.
“Kita memiliki konsensus bersama, dimana kita ada UUD 1945, Pancasila, itulah yang perlu kita dengungkan kepada seluruh elemen bangsa,” katanya.
Untuk itu, ia memandang pentingnya moderasi beragama untuk menumbuhkan kesadaran hidup dalam kerukunan di tengah perbedaan, agar umat dapat mengamalkan ajaran agama yang mulia kepada kehidupan masyarakatnya.
Disamping itu, ia juga mendorong peran pemerintah dalam moderasi agama. Dimana pemerintah memiliki peran penting membukakan pintu seluas-luasnya untuk dialog kebhinekaan antar tokoh suku dan agama, terkait peran vital para tokoh sebagai ujung tombak moderasi beragama.
“Tokoh-tokoh masyarakat, agama ataupun pejabat-pejabat kita, semuanya harus membiasakan diri untuk memberikan tauladan, baik dalam bertutur kata, santun, sopan perilaku dalam menyikapi berbagai hal,” ujar dia.
Tak hanya pemerintah, Muflich juga mendorong semua lapisan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam moderasi beragama, berupa cerdas dalam beperilaku dengan tidak mencampuradukkan aqidah dan ibadah, dengan keyakinan masing-masing ataupun dengan ibadah agama lain. Karena sebagai orang yang beriman, bangsa yang beriman dan merdeka, sangat wajib menjaga dan memelihara persatuan.
Ia berharap, bukan hanya tahun 2022 menjadi tahun toleransi dan moderasi beragama, namun seterusnya dan sepanjang masa. Karena hal ini menjadi kunci prioritas dalam membangun perdamaian, untuk dijaga dan dibangun oleh seluruh masyarakat melalui moderasi beragama.
“Harapan saya, terbangun kesadaran kolektif seluruh element bangsa akan pentingnya kita memelihara, menjaga keutuhan bangsa, kerukunan, perdamaian, bahkan kekompakan/soliditas dan solidaritas sebangsa setanah air apapun suku dan agamanya,” katanya.