Tidak Seharusnya Agama dan Pancasila Dibenturkan

Nasional4 Dilihat

JAKARTA – Sesungguhnya sila-sila dalam dasar negara,  Pancasila sudah tercermin nilai-nilai agama, khususnya Islam. Karena itu, tidak seharusnya agama dan Pancasila dibentur-bentukan.

Demikian disampaikan Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS), Khariri Makmun, di Jakarta, Jumat (26/6/2020).

“Di dalam Pancasila ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, itu sebetulnya tauhid, kemudian sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab itu ‘al insaniyah’, kemudian sila Persatuan Indonesia yang di dalam Al Qur’an disebut ‘wa’tasimu bihablillahi jami’an wala tafarraqu’ yang artinya kita bersatu jangan tercerai berai,” ujarnya.

“Lalu sila keempat Permusyawaratan Perwakilan itu ‘as-syura’ yang dalam Al Quran artinya Musyawarah. Juga sila Keadilan Sosial adalah ‘al adalah’ yang artinya keadilan” Khariri menambahkan.

Dengan adanya penjelasan yang tercermin di dalam Al Quran, rumusan-rumusan Pancasila itu sudah selaras dengan maqashidu asy-shyariah dengan tujuan-tujuan agama.

“Kalau orang bisa memahami agama itu dengan benar, tentu tidak akan ada tuduhan antara Pancasila dengan agama atau dengan Al Qur’an itu sendiri,” katanya.

Ia menjelaskan, yang terjadi saat ini, dalam memahami ajaran agama banyak yang keliru mempersepsikan. Sehingga ketika agama disandingkan dalam konteks bernegara dan berpolitik terjasit miss komunikasi.

“Ada sesuatu yang hilang dari pemahaman mereka. Inilah kemudian yang memunculkan bibit intoleransi, radikalisme,” kata dia.

Diperlukan peran para tokoh agama atau para ulama-ulama moderat untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat. Karena itu, untuk mengatasi munculnya intoleransi dan radikalisme para ulama harus sesering mungkin mengajak publik berdialog.

Menurutnya, biasanya kelompok-kelompok ini menggunakan alibi bahwa mereka adalah orang yang menggunakan referensi Al-Qur’an dan As-sunah. Sehingga seolah-olah menyebut ijtihad pendapat-pendapat ulama bukan berasal dari Al-Qur’an uran dan sunnah.

“Berbeda dengan kalangan aswaja yang mencari dari kitab-kitab kuning. Karena hal itu adalah hasil dari pendapat ulama yang dianggap lebih kredibel dan punya kemampuan,” ujar dia.

Pihaknya mendorong pemerintah untuk terus mengerahkan upaya lebih, dalam mencegah penyebaran paham radikal terorisme di tengah kemajuan teknologi.

“Saya kira Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) perlu untuk mengawasi pergerakan kelompok radikal di media online. Karena  sekarang dengan adanya aplikasi seperti zoom, mereka bisa saja membuat kelas-kelas online untuk menyebarkan pemahaman mereka dan saya kira itu perlu diwaspadai juga oleh BNPT,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *