JAKARTA – Kekerasan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua terhadap tenaga kesehatan, melanggar HAM dan sudah bercirikan tindakan teroris.
Demikian dikatakan Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Ia mengatakan, meski Komnas HAM keberatan atas pelabelan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai kelompok teroris, karena bisa memancing perhatian internasional. Namun dari tindakan mereka seperti penyerangan tenaga kesehatan di Distrik Kiwirok sudah bisa dikategorikan sebagai kelompok bercirikan teroris.
Pola yang dilakukan KKB Papua, lanjut Ramandey, sama dengan penyerangan di Nduga pada April 2021 lalu yang menyerang guru. Karena itu, pihaknya mengecam kekerasan terhadap pekerja kemanusiaan termasuk yang terjadi di Maybart.
Menurut dia, saat ini Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) terfragmentasi menjadi tiga kelompok besar, yaitu kelompok sipil bersenjata, kelompok yang dipelihara oleh korporasi, dan kelompok yang berjuang untuk suksesi politik.
“TPN-OPM sebelumnya tidak menyerang guru, mantri, bahkan melindungi sekolah dan rumah sakit. Namun, saat ini gerakannya memiliki pola baru yang menyasar warga sipil,” ujar dia.
Menurut dia, kasus terbaru yang sedang ditangani oleh Komnas HAM adalah kekerasan di Kiwirok terhadap masyarakat dan tenaga kesehatan. Dari keterangan lima orang korban, aksi itu telah memenuhi unsur pelanggaran HAM bila merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Pasal 1 poin 1.
“Aksi tersebut telah menghilangkan rasa aman, hak hidup dan merupakan tindakan serangan langsung terhadap tenaga kesehatan,” katanya.
Senada dengan itu, Staf Ahli Watimpres RI, Sri Yunanto, mengatakan jika merujuk definisi teroris berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, KKB Papua sudah masuk ke dalam kriteria teroris.
Secara teori, sebuah kelompok dikategorikan sebagai kelompok teroris apabila memenuhi beberapa indikator yaitu menggunakan kekerasan sebagai strategi utama, menolak negosiasi, menyebar teror dan propaganda palsu, serta menyerang warga sipil, ujar dia.
Berdasarkan indikator itu, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM dapat dikategorikan sebagai kelompok teroris karena dilihat dari gerakannya menyerang warga sipil, menolak proses dialog, merusak objek vital umum hingga menyebabkan ketakutan.
Menurut Sri, pemerintah sudah semampunya mengedepankan dialog untuk menuntaskan problem di Papua. Pendekatan penanganan terhadap TPNPB OPM di era reformasi jauh lebih baik dibanding era orde baru.
“Otonomi khusus sebagai salah satu solusi permasalahan politik di Papua telah memberikan banyak manfaat,” kata dia.