JAKARTA – Sejumlah media negara luar, menyoroti keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) PT Pertamina (Persero) di tengah tren penurunan harga minyak mentah dunia selama beberapa waktu terakhir.
The Strait Times, media asal Singapura misalnya, menyebut kenaikan harga BBM mencapai 32 persen. Menurut laporan itu, Presiden RI Joko Widodo menyebut keputusan untuk menggerek harga BBM di Indonesia sebagai ‘opsi terakhir’ yang tentunya berat untuk dilakukan.
Dari media tersebut, Presiden Jokowi, mengatakan 70 persen dari subsidi hanya dinikmati oleh pemilik kendaraan pribadi.
“Pemerintah berkomitmen untuk memastikan penggunaan subsidi dan dana masyarakat tepat sasaran. Subsidi harus lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin,” tulis Strait Times, Minggu (4/9).
Baca Lagi: Kelompok Radikal Terorisme Kerap Gunakan Isu Islamophobia
Kemudian ada portal berita asal Uni Emirat Arab, Al Arabiya, dimana menuliskan pernyataan pemerintah yakni meski ada risiko protes warga secara massal, pemerintah Indonesia tetap menaikkan harga BBM.
“Indonesia telah menaikkan harga bahan bakar bersubsidi sekitar 30 persen pada hari Sabtu, ketika pemerintah bergerak untuk mengendalikan subsidi yang membengkak, meskipun ada risiko protes massal,” tulis media tersebut.
Ada juga media Voice of America (VoA), menuliskan harga bahan bakar meningkat sekitar 30 persen di seluruh Indonesia pada hari Sabtu, setelah pemerintah (Indonesia) mengurangi beberapa subsidi mahal yang telah menjaga inflasi di ekonomi terbesar Asia Tenggara di antara yang terendah di dunia.
Menurut VoA, selama berminggu-minggu masyarakat Indonesia resah tentang kenaikan harga bensin Pertalite RON-90 bersubsidi yang dijual Pertamina.
Bahkan terlihat antrean panjang kendaraan disejumlah SPBU dan menunggu berjam-jam untuk mengisi tangki mereka dengan bahan bakar yang lebih murah, sebelum kenaikan mulai berlaku pada hari Sabtu.
Meski Minyak Mentah Turun, Harga Acuan Minyak Mentah Nasional Masih Tinggi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Dimana Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter.
Selanjutnya Solar bersubsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax non-subsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter yang berlaku sejak Sabtu, 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.
Pengumuman harga BBM naik ini justru bertepatan saat harga minyak mentah dunia mulai perlahan mengalami penurunan. Beberapa waktu lalu, harga minyak Brent yang jadi patokan global memang berfluktuasi, bahkan sempat berada di atas 100 dollar AS per barel, namun kini sudah turun di kisaran 90 dollar AS per barel.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan meski harga minyak mentah mengalami penurunan, rata-rata harga acuan minyak mentah nasional atau ICP relatif masih tinggi.
Bahkan, jika harga ICP turun hingga ke level 90 dollar AS per barrel, rata-rata harga tahunan ICP masih berada pada kisaran 98,8 dollar AS per barrel.
“Atau kalaupun harga minyak turun sampai di bawah 90 dollar AS (per barrel), maka keseluruhan tahun rata-rata ICP masih di 97 dollar AS (per barrel),” kata dia.
Dengan demikian, besaran subsidi BBM yang perlu disalurkan oleh pemerintah tetap akan membengkak, jika harga ICP mengalami penurunan cukup signifikan.
Oleh karena itu, dari perhitungan tersebut dengan rata-rata harga tahunan ICP sebesar 99 dollar AS per barrel, maka pemerintah perlu menambah lagi sekitar Rp 151 triliu, dari anggaran subsidi energi Rp 502 triliun saat ini.
“Kalau harga ICP di 85 dollar AS per barrel sampai Desember, kenaikan subsidi tetap menjadi Rp 640 triliun (penambahan anggaran sebesar Rp 138 triliun),” katanya.
Menurut dia, pemerintah masih akan terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan harga ICP, guna menentukan besaran anggaran subsidi yang perlu digelontorkan hingga akhir tahun 2022.
“Karena memang suasana geopolitik dan suasana ekonomi dunia masih sangat dinamis,” kata dia.