Masyarakat yang menjadi objek proses ideologisasi kelompok radikal terorisme, diharapkan mempunyai imunitas, dapat melakukan perlawanan, dan sekaligus punya alternatif.
Sekretaris LPOI, Imam Putuduh
JAKARTA – Perlu wake-up alarm untuk membangunkan kepekaan seluruh komponen masyarakat untuk siap siaga, dan waspada terhadap ancaman radikalisme dan intoleransi yang merupakan benih awal dari tumbuh berkembangnya terorisme.
Karena itu dalam hal mendorong kepekaan masyarakat terhadap virus radikalisme, dibutuhkan pemantik dan orkestrasi sebagai upaya deteksi dini.
Demikian dikatakan Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Imam Putuduh, di Jakarta, Sabtu (26/3).
“Harus ada kesatuan aksi, kesatuan komando, yang di orkestrasi, supaya bisa bergerak serempak. Jangan sampai masyarakat menjadi acuh tak acuh, tidak peduli, skeptis, apatisme terhadap isu-isu ini,” ujarnya.
Selain itu, upaya efektif agar masyarakat memiliki resistensi terhadap doktrin radikalisme dan intoleransi yang disemai dan disebarkan secara omni channel, online dan offline channel.
“Harus ada re-unifikasi media-media, baik itu media muslim, media interfaith, media dakwah dan media-media lainnya,” katanya.
Re-unifikasi media menjadi kata kunci utama dalam upaya membangun kesedaran bersama, Hal ini sangat signifikan dan tentunya harus di counter, agar tidak dibiarkan apalagi sampai terlambat, untuk melawan proses ideologisasi yang bertentangan dengan Ideologi Bangsa.
Masyarakat yang menjadi objek proses ideologisasi kelompok radikal terorisme, diharapkan mempunyai imunitas, dapat melakukan perlawanan, dan sekaligus punya alternatif.
Gus Imam menambahkan, tidak hanya secara online, namun di ranah offline haruslah diperbanyak pejuang Mujahid NKRI yang bekerja secara militant mempropagandakan perdamaian dan nilai nilai kebaikan.
“Harus ada ‘AGITPROP’, yaitu agitasi dan propaganda untuk kedaulatan dan kesatuan NKRI. Jadi harus banyak pejuang Mujahid NKRI,” katanya.
Keluarga, Benteng Utama Cegah Radikal Terorisme
Ia juga menyinggung ranah keluarga sebagai benteng paling utama pertahanan NKRI, bukan tanpa sebab, akibat banyaknya kasus radikalisme dan terorisme yang dimulai dari lingkungan keluarga.
Sehingga, ia menganggap pentingnya juga mengedukasi keluarga, terutama anak-anak dan pemuda.
“Kalau di keluarga sudah jebol, radikalismenya narasi intoleransi, dan ekstrimismenya sudah masuk, maka tinggal sedikit lagi dipicu, negaranya akan porak-poranda,” ujarnya.
Ia menjelaskan, tanggungjawab pencegahan dan deteksi dini virus radikalisme, merupakan tanggungjawab seluruh stakeholder bangsa, sebagaimana konsep Pentahelix BNPT melibatkan berbagai unsur masyarakat.
“Jangan dibiarkan, kita bisa optimalkan kekuatannya, menjadi garda depan, penyemai narasi dan kontra narasi yang didedikasikan untuk NKRI,” katanya.
Lima Upaya yang Dapat Dilakukan Stakeholder Detekai Dini Cegah Radikalisme
Terdapat lima upaya yang bisa dilakukan stakeholder komponen Pentahelix dalam upaya deteksi dini guna mencegah masyarakat terpapar virus radikalisme.
Pertama, dengan membangun solidaritas dan kebersamaan seluruh sakeholder.
Kedua, dalam konteks pemerintahan yaitu ketegasan dalam regulasi, contohnya berupa undang-undang seperti pencegahan penanggulangan terorisme (harus diimplementasi secara maksimal) dan yang diperlukan lagi yaitu Inpres, Perpres atau Keppres secara spesifik tentang pencegahan radikalisme dan intoleransi.
Ketiga, mengusulkan sebuah intitusionalisasi Gerakan, berupa Gerakan Nasional Pencegahan Radikalisme dan Intoleransi (GeNPRI), yang bergerak bersama-sama dan serentak melibatkan seluruh stakeholder.
“Keempat adalah pasukan, adalah orang-orang yang bergerak untuk kepentingan menjaga NKRI yang kita sebut sebagai Mujahid NKRI,” ujar dia.
Dirinya juga berharap, media dakwah yang ada bisa terstandarisasi dan terasosiasi untuk menyebarkan nilai RADAR (Ramah, Damai dan Anti Radikal).
“Itu semuanya akan sempurna ketika juga terbangun kebersamaan stakeholder untuk bekerja berjamaah dengan terstuktur, sistematis dan masif dalam melawan virus radikalisme,” ujarnya.