“Ideologi NII merupakan induk ideologi yang menjiwai gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia”
Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid
JAKARTA – Negara Islam Indonesia (NII) merupakan salah satu gerakan politik yang patut diwaspadai, karena memiliki ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Bahkan telah memiliki struktur pemerintahan yang bergerak di bawah tanah.
Demikian dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid, menanggapi penangkapan 16 terduga teroris di Sumatera Utara, yang diketahui para terduga terafiliasi dengan NII.
Nurwakhid menjelaskan, gerakan NII, selain berpotensi melakukan tindakan kekerasan dan teror guna mendirikan negara berdasarkan syariat agama, juga menjadi ancaman kehidupan yang harmoni di Indonesia.
“Ideologi NII merupakan induk ideologi yang menjiwai gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Rabu (30/3).
Akar terorisme di Indonesia, lanjut Nurwakhid, memiliki sejarah dan ideologi yang bisa dilacak dari gerakan Kartosoewiryo dengan Darul Islam (DI/TII) pada era-1950-an.
Baca Juga: Mahfud MD: Bakamla sebagai Coast Guard Indonesia
Gerakan tersebut merupakan salah satu gerakan pemberontakan, karena selain anggotanya yang cukup banyak, juga melakukan pelatihan dan memiliki pesantren sebagai sarana menanamkan doktrin anti Pancasila.
Ia menjelaskan, dari informasi salah satu putra pendiri DI/TII, Sarjono Kartoesuwiryo yang menyatakan ikrar setia Pancasila tahun 2019 lalu di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan HAM, bahwa anggota NII saat ini masih ada sekitar 2 juta.
Gerakan NII Masih Ada
Selain NII tetap eksis sampai saat ini, gerakan tersebut juga bermetamorfosa dalam berbagai jaringan, yang salah satunya Jamaah Islamiyah (JI) yang didirikan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir pada tahun 90an.
“JI sudah ditetapkan sebagai organisasi teroris yang paling bertanggungjawab atas serangkaian aksi terorisme di Indonesia,” katanya.
Pada awal tahun 2000, kata Nurwakhid, JI terbukti ingin merubah negara kesatuan republik Indonesia menjadi satu kekhalifaan, meliputi negara-negara Asia dan mayoritas jamaahnya adalah eks DI/TII yang berafiliasi dengan jaringan terorisme global, Al-Qaeda.
Oleh karena itu, gerakan dan ideologi NII sepatutnya diwaspadai, karena memiliki ideologi yang dapat mendorong pada tindak pidana terorisme. Menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.
“Bahaya ideologi ini terbukti telah memakan korban indoktrinasi yang tak pandang usia,” ujar dia.
“Ideologi NII sangat berbahaya, karena memiliki keyakinan dan keinginan merubah ideologi negara, menggulingkan pemerintahan sah yang dianggap thagut, mempunyai paham takfiri, melakukan gerakan bawah tanah dengan rekrutmen dan pelatihan,” katanya.
Meski pemerintah telah mengeluarkan larangan terhadap kelompok tersebut, namun ideologinya belum ada regulasi yang melarangnya.
Karena itulah, ia berharap para tokoh-tokoh agama, akademisi, dan semua pihak memberikan pencerahan kepada masyarakat, agar tidak mudah terpengaruh ideologi NII.
Disamping itu, mendorong adanya regulasi yang melarang penyebaran ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
“Saya sangat senang dengan ketegasan MUI Garut yang secara jelas mengeluarkan fatwa haram organisasi dan gerakan NII,” kata dia.
“Semoga hal ini juga diikuti oleh MUI Pusat dan organisasi keagamaan lainnya agar menutup ruang gerak NII,” Nurwakhid mengakhiri.