Kebijakan Panglima TNI Soal Keturunan PKI, Komnas HAM Bilang Begini

Kabar Mabes20 Dilihat

“Dalam konstitusi secara jelas mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dan tidak boleh diperlakukan diskriminatif dengan alasan yang tidak berdasarkan hukum”

Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik

JAKARTA – Keputusan Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa mengizinkan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi prajurit TNI, ditanggapi positif Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

“Komnas HAM sangat mengapresiasi yang tidak lagi membatasi anak keturunan eks PKI dalam rekrutmen TNI,” ujar Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik, di Jakarta, Minggu (3/4).

Menurut dia, membatasi keturunan PKI masuk dalam seleksi prajurit TNI, tidak sesuai dengan aturan hukum dan konstitusi.

“Dalam konstitusi secara jelas mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dan tidak boleh diperlakukan diskriminatif dengan alasan yang tidak berdasarkan hukum,” katanya.

Baca Lagi: KTT G20 di Bali Baiknya Diundur, Begini Alasannya

Ia menjelaskan, upaya Panglima TNI mengacu pada Ketetapan (TAP) MPRS XXV/1966, yakni melarang PKI dan ajaran leninisme serta marxisme.

Artinya, bukan anak keturunan PKI yang mungkin sama sekali tidak ada hubungannya dengan ideologi atau partai yang diikuti oleh orang tua, kakek atau keluarga mereka.

“Kita kan tidak bisa mengenakan dalam tanda petik dosa warisan kepada anak cucunya,” kata dia.

Karena itu apabila hal tersebut tetap diterapkan, maka sama artinya melawan atau bertentangan dengan konstitusi terutama Pasal 28 yang mengakomodasi prinsip-prinsip kesetaraan, kesamaan hukum, keikutsertaan dalam pemerintahan, pekerjaan dan sebagainya.

Kebijakan yang diambil Jenderal TNI Andika Perkasa, lanjut Taufan, mengarah kepada penegakan atau kesetaraan HAM di Tanah Air.

Bahkan, hal itu dinilainya sebagai jalan untuk membuka cakrawala atau pandangan baru dari semua pihak. Dengan harapan, tidak ada lagi perspektif yang mengarah pada diskriminasi atau perbedaan.

Taufan mengatakan, pada masa orde baru banyak anak keturunan eks PKI atau yang belum tentu PKI tetapi dituduh PKI.

Padahal mereka tidak bisa menjadi pegawai negeri sipil atau tidak bisa melanjutkan sekolah. Namun terhalang oleh cap PKI.

“Mereka terhalang mendapatkan hak-hak dasar, misalnya, pendidikan, pekerjaan. Itu puluhan tahun terjadi, masa kita ulang lagi,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar