GARDANASIONAL, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membuat peta dan grafik rawan terorisme. Mulai dari desa, kampus, Lembaga Pemasyarakatan (lapas), Aparatur Sipil Negara (ASN), kelembagaan sejenisnya, dan media sosial.
“Saya tertarik pada pemetaan wilayah rawan radikal terorisme. Pertanyaan saya adalah, apakah pemetaan ini sudah selesai, dan jika sudah selesai di mana saja itu?,” ujarnya di Jakarta, Senin (11/11/2019).
Soal pemetaan rawan terorisme di desa misalnya, desa mana saja yang rawan terpapar. Sebab, kata Hinca, pencegahan terorisme bisa dimulai dari desa. “Menurut saya menjaga republik ini, jaga saja desanya. Kira-kira lebih dari 78 ribu desa, saya kira kalau semuanya dapat, desa mana saja, ini menarik,” jelasnya.
Ia menyarankan agar BNPT membentuk pusat kajian anti terorisme di perguruan tinggi. Dari evalusainya cara sosialisasi terhadap paham kebangsaan di kampus yang masih dengan cara monoton. Sebab cara pandang terhadap mahasiswa harus memiliki pendekatan yang berbeda dan progresif.
“Kita tidak dapat mengandalkan pola-pola memberikan materi kebangsaan, akan merasa menjenuhkan,” katanya.
Selain itu, menyarankan BNPT meningkatkan kerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS). Apalagi tercatat 587 narapidana terorisme yang tersebar di Lapas dan Rutan (rumah tahanan) di seluruh wilayah.
Kemudian, penyebaran paham terorisme di media sosial, menurutnya terorisme sudah mengakar kuat sekali di media sosial (medsos) dan pola penyebarannya sangat cepat. Dari catatan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat setiap hari ada sekitar 90 ribu konten terkait ISIS dan paham radikal lainnya, diunggah ke medsos.
“90 ribu konten ini mau kita apakan? Setiap saat biasa diakses tanpa batas, analisa intelejen di sana mengamati bahwa para pengikut dan simpatisan bekerja 24 jam dalam membangun percakapan dan diskusi di media sosial dengan tujuan merekrut pengikut,” terang Hinca.
Karena itu, ia mempertanyakan program BNPT ke depan dalam mereduksi banyaknya infiltrasi penyebaran terorisme melalui media sosial. Terlebih masif bermunculan akun-akun anonim yang membuat Pemerintah dan BNPT kesulitan melakukan monitoring.