PASURUAN – Masyarakat harus militan untuk menjadi buzzer dalam kontra radikalisasi, yaitu dengan menggelorakan cinta tanah air, Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Disamping itu serta mencintai perdamaian, persatuan, dan selalu waspada terhadap bentuk radikalisme terorisme yang mengatasnamakan agama, liberalisme, kapitalisme, dan sebagainya.
Demikian dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT RI), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, dalam acara Halaqah Kebangsaan dengan tema “Membumikan Pancasila dalam Sendi-sendi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” di Pondok Pesantren KHA. Wahid Hasyim Bangil 1, Pasuruan, Jawa Timur, Senin (5/9).
Baca Lagi: Wakil Ketua MPR: Potensi Ancaman Radikalisme di Ruang Digital Harus Segera Disikapi
Nurwakhid menjelaskan, bangsa Indonesia diharapkan tidak hanya selalu membangun fisik atau infrastruktur, tetapi juga membangun jiwa.
“Bangunan jiwa, bangunan badan adalah spiritualitas, iman dan taqwa, tetapi juga harus iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Artinya perpaduan antara spiritualitas dan profesionalitas itulah yang akan memajukan bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional,” ujarnya.
Menurut dia, seluruh elemen bangsa harus turut serta menjaga dan melestarikan Pancasila sebagai ideologi negara, guna mencegah radikalisme dan intoleransi diperlukan demi menguatkan NKRI.
“Halaqah Kebangsaan ini kita lakukan untuk membangun spirit kebangsaan dan spirit keberagaman yang artinya bahwa berbangsa, bernegara harus selalu digelorakan dengan selalu mencintai, menghormati, memegang teguh konsensus nasional yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Undang-Undang Dasar 1945, serta NKRI harga mati,” katanya.
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus senantiasa diamalkan di tiap sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam upaya menegakkan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.
Pentingnya membangun kesiapsiagaan nasional yang berisi kontra radikalisasi, kontra narasi, kontra propaganda untuk diiimplementasikan masyarakat sebagai pertahanan diri agar selalu siap siaga dalam menjaga tanah air Indonesia.
Karena itu, ia mengapresiasi kegiatan yang diinisisasi Polres Pasuruan bekerjasama Pondok Pesantren KH Wahid Hasyim Bangil dan beberapa stakeholder terkait yang ada di Pasuruan.
“Harapan kita semua Forkopimda terutama Polres Pasuruan untuk meresonansi atau memberikan fasilitas dan koordinasi kepada stakeholder terkait yang ada di sini, dan mentransformasikan kepada masyarakat,” kata dia.
“Karena polisi di sini adalah sebagai pelayan, pengayom pelindung masyarakat dan penegak hukum,” lanjutnya.
Nurwakhid berpesan, seluruh peserta yang hadir agar jangan mudah dipolitisasi agama oleh kelompok apapun.
“Ingat politisasi agama adalah pemicu utama didalam radikalisme dan terorisme, maka hilangkan semua bentuk politik identitas maupun politisasi agama,” ujar dia.
Pada kesempatan yang sama, pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan, menjelaskan saat ini masyarakat sudah terancam bahkan sudah teradu domba antar suku antar agama.
Oleh karena itu, saatnya kembali kepada Pancasila yang sudah finish dan sesuai dengan agama. Tidak ada satupun yang bertentangan.
Ken berharap masyarakat kritis terhadap informasi yang terima. Jangan sampai menjadi korban hoax bahkan menjadi pelaku karena turut menyebarkan informasi yang salah akibat salah belajar agama.
“Tolak ukur beragama adalah akhlak. Kalau kita belajar agama ternyata kita menjadi pemarah, berarti kita belajar dengan guru yang salah. Stop, unfollow, jangan ikuti, kalau diikuti kita bisa terpapar,” katanya.