Hari Santri Nasional, Momentum Santri Berjihad dalam Memperdalam Ilmu

Nasional914 Dilihat

PEKALONGAN – Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober merupakan penghargaan yang luar biasa dari pemerintah Indonesia kepada para santri atas jasanya dalam sejarah kemerdekaan.

Hal tersebut dikatakan Ketua Ittihadul Mutakhorrijin Al Falah Ploso, Kediri (IMAP/Ikatan Alumni Pomndok Pesantren Al-Falah Ploso), KH. Shohibul Ulum Nafi’a, di Pekalongan, Jumat (21/10/2022).

Hari santri merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah untuk kalangan Santri. Baru bisa seperti ini memang berkat kepemimpinan bapak Presiden Jokowi (Joko Widodo) sekarang mengakui peran dari santri dalam hal kaitannya dengan kemerdekaan bangsa Indonesia,” ujarnya.

Dalam konteks kekinian, para santri tidak lagi harus berperang angkat senjata dalam mempertahankan tanah airnya. Lebih dari itu, para santri kini dihadapkan dengan perang ideologi dan perpecahan yang kian hari dapat mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Dalam satu maqolah ulama itu, didahulukan tholabul Ilmi. Itu merupakan satu wujud bentuk jihad. Karena Islam itu bisa berjalan, bisa menjadi sukses lewat ilmu. Islam akan jaya selagi syariatnya dijalankan. Nah untuk menjalankan syariat itu harus dengan ilmu,” katanya.

Sebab ketika nanti sudah tidak ada lagi yang belajar ilmu syariat, maka secara pasti Islam itu akan hilang dengan sendirinya. Terlebih, Indonesia akan memasuki tahun politik, dimana semua pihak perlu bersiap akan potensi munculnya politik identitas pemecah belah.

Dirinya berharap, para santri mampu ikut berperan di dalam dengan membawa dan menularkan nilai-nilai akhlakul karimah. Karena keanekaragaman dan kebhinekaan yang ada di negara harus terakumulasi dengan baik dan jangan sampai menimbulkan kubu-kubu perbedaan yang hanya akan merenggangkan persatuan bangsa yang sungguh tak ternilai.

“Jangan sampai agama justru dijadikan sebagai alasan untuk mengkotak-kotak seluruh kehidupan yang ada di negara kita ini. Banyak perbedaan di negara kita, tapi tetap bisa menjadi satu. Tentunya itu sangat mahal harganya, sangat mahal sekali,” kata dia.

Oleh karenanya, Gus Shohib menambahkan, proyeksi santri pada 10 tahun kedepan, yang menurutnya para santri sudah harus mulai mewarnai berbagai sudut kehidupan mulai demokrasi, pendidikan, hingga hal-hal esensial dalam pemerintahan dengan membawa nilai akhlakul karimah yang melekat erat pada pribadi santri.

Dalam kesempatan yang sama, dirinya juga berharap pemerintah bisa turut hadir dan memberikan perhatian kepada pendidikan pesantren, yang memiliki potensi besar mampu menciptakan sumber daya manusia yang memiliki nasionalisme dan pondasi agama yang kokoh.

“Pemerintah wajib hadir dalam pendidikan pesantren untuk membantu terkait penyediaan sarana prasarana yang mumpuni sehingga dilirik oleh khususnya masyarakat kota untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren pesantren yang haluan nya Aswaja, Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu salah satu aliran pemahaman teologi dalam akidah Islam,” katanya.

Ia berpesan, segenap santri untuk terus mempelajari agama sebagaimana yang dikehendaki oleh Nabi Muhammad SAW, ajaran yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta dan anti kekerasan.

“Tentunya para santri untuk terus giat belajar. Seperti apa Islam yang dikehendaki oleh Kanjeng Nabi Muhammad. Jadi santri-santri harus sabar dan bersungguh dalam proses belajarnya untuk nanti biar betul-betul paham dengan apa yang dikehendaki oleh kanjeng Nabi Muhammad, SAW,” ujar dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 komentar