JAKARTA – Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan alat utama sistem senjata (Alutsista) yang dimiliki Indonesia cukup memprihatinkan.
“Kalau mau diakui, sebenarnya kondisi alutsita kita ini cukup memprihatinkan. Hampir 50% dari alutsista yang kita miliki saat ini dan dioperasikan, itu tidak hanya tua, tetapi juga usang dan dalam kondisi yang tidak siap tempur,” ujarnya di Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Kondisi tersebut, kata Khairul, tentunya akan meningkatkan kerentanan dan risiko pertahanan Indonesia, khususnya ketika dihadapkan pada potensi-potensi ancaman.
“Artinya di tengah kondisi geopolitik yang tidak menentu, yang sangat dinamis dan fluktuatif ini, kita akan sangat rentan. Pertahanan kita akan sangat rentan dan sulit untuk berharap kita mampu menjaga kedaulatan kita dengan baik, khususnya ketika dihadapkan pada potensi-potensi ancaman,” katanya.
Menurut dia, saat ini dunia pertahanan Indonesia menghadapi kesenjangan antara kebutuhan dengan peningkatan kapabilitas. Di sisi lain, anggaran pengadaan alutsista sedikit.
“Jadi itulah kenapa, beberapa tahun belakangan ini isu modernisasi dan peremajaan alutsista itu menjadi gencar digaungkan,” kata dia.
“Secara faktual, kita menghadapi kesenjangan antara kebutuhan dengan meningkatkan kapabilitas pertahanan kita. Di sisi lain kita dihadapkan pada keterbatasan anggaran untuk memenuhi itu semua,” lanjutnya.
Khairul memaklumi jika Indonesia belum mampu memodernisasi seluruh alutsista lantaran keterbatasan anggaran.
Oleh karena itu berharap, ke depannya anggaran alutsista setidaknya bisa mencapai minimal 1 persen dari PDB.
Saat ini anggaran pertahanan Indonesia sekitar 0,7 persen hingga 0,8 persen. Dengan meningkatkan anggaran pertahanan, menurutnya Indonesia dapat menambah kekuatan pertahanan dengan meringankan beban kerja alutsista yang sudah tua.