GARDANASIONAL, BANDUNG – Tiap 13 Desember, bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Nusantara yang diprakarsai Deklarasi Djoeanda atau sering dianggap sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia kedua, pada 13 Desember 1957. Makanya, masyarakat harus bisa memahami esensi wawasan nusantara dalam menghadapi ancaman non-fisik, berupa ideologi.
“Bangsa ini dibangun oleh semangat kebangsaan dan semangat NKRI. Kalau ini dilupakan maka kita khawati, seluruh negeri ini bisa terpecah-pecah,” kata Rektor Universitas Widyatama (UTama) Bandung, Obsatar Sinaga, di Bandung, Selasa (10/12/2019).
Ia menegaskan, Indonesia merupakan bangsa yang terbagi dalam keanekaragaman suku dan budaya. Karena itu, sangat berpotensi untuk dipecah belah. Obsatar mencotohkan, ketika Arab Spring terjadi banyak bangsa Arab yang terpecah. Karena itu, ketika sebuah bangsa atau negara terpecah, maka akan sulit untuk disatukan kembali.
“Kalau kita tidak hati-hati, bahkan dari sekarang juga kita bisa saja pecah seperti Yugoslavia,” katanya.
Untuk mencegah, dibutuhkan kekuatan pemerintah dalam bentuk kebijakan khususnya dalam hal wawasan kebangsaan. Misalnya, dibuat aturan di sekolah wajib belajar wawasan kebangsaaan.
“Jangan kemudian nanti karena milenial malah dibebaskan dan malah tidak menguasai apa-apa,” kata dia.
Ia sangat menyesalkan, di era reformasi topik-topik terkait kebangsaan dan juga Pancasila seperti tabu untuk dibicarakan. “Kok sepertinya kebersamaan negara itu dianggap tidak terlalu penting gara-gara era reformasi. Setelah menghadapi masalah-masalah radikalisme-terorisme baru menyadari perlunya Pancasila. Kan sudah telat kita kalau seperti itu,” ujarnya.
Obsatar mengklaim, pihaknya saat ini turut berperan membantu pemerintah meningkatkan wawasan kebangsaan di kalangan anak muda. Sehingga dengan memperkuat wawasan kabangsaan ataupun wawasan nusantara, dapat membentengi masyarakat dari pengaruh penyebaran radikalisme dan terorisme. Selain itu menjadi benteng bagi masyarakat untuk penguatan ideologi bangsa.
“Apalagi saat ini penyebaran radikalisme dan terorisme sangat masif, utamanya melalui dunia maya,” katanya.
“Lembaga pendidikan harus memberikan pelajaran untuk memperkuat dan membentengi para generasi milenial, sehingga tak mudah terpengaruh oleh radikalisme dan terorisme,” Obsatar menambahkan.