JAKARTA – Upaya menangkal penyebaran radikalisme tak hanya dilakukan oleh pihak terkait. Keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) juga diperlukan sebagai agen pemerintah. Karena itu, screening (penyaringan) ketat harus dilakukan di setiap penerimaan ASN di seluruh kementerian dan lembaga negara.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, menegaskan perekrutan ASN adalah hal penting, karena itu perlu adanya asesmen ulang, guna menghindari terjadinya penyebaran radikalisme.
Bahkan, kata Suhardi, pihaknya dan Badan Intelijen Negara (BIN) kerap melakukan screening (penyaringan) di setiap penerimaan ASN. Hasilnya sangat efektif, sehingga berharap kementerian dan lembaga negara lainnya melakukan hal yang sama agar tidak kecolongan masuknya paham kekerasan.
“Tidak hanya calon calon ASN, para pejabat yang akan naik pangkat pun harus di screening lagi,” ujarnya usai kegiatan dialog kebangsaan di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB), Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Suhardi mengatakan, pihaknya siap membantu dan memberikan teknis screening bila diminta. Bahkan sejauh ini, BNPT sudah melakukannya seperti screening saat pemilihan rektor, guru besar, dan juga dosen.
Saat menjadi pembicara pada kesempatan itu, Suhardi mengaku, telah memberikan pemahaman terkait radikalisme negatif, seperti intoleransi, anti-Pancasila, anti-NKRI, dan takfiri kepada para pegawai dan karyawan KemenPAN RB).
Hal tersebut penting, sehingga para ASN memiliki resilience (ketahanan), mampu mengidentifikasi, dan bisa mengatasi masalah radikalisme di lingkungan kerja maupun masyarakat.
“Insya Allah ini akan jadi panduan KemenPAN RB dalam mereduksi dan menghilangkan paham itu dari lingkungan ASN,” katanya.
Ia berharap dengan memberikan pemahaman terkait radikalisme negatif, kedepan paham tersebut dapat direduksi. “Ini merupakan bentuk kontribusi kepada negara demi pembangunan bangsa di masa mendatang,”kata dia.
Senada dengan itu, Menteri PAN RB, Tjahjo Kumolo, menjelaskan ASN merupakan motor penggerak dan pengorganisir masyarakat luas. Karena itu, harus memiliki wawasan kebangsaan dan pemahaman ideologi bangsa yang baik. Sebab, penyebaran radikalisme dan terorisme sangat membahayakan keutuhan NKRI.
Tahun 2020 mendatang, kata Tjahjo, pihaknya bakal melakukan penataran Pancasila bagi calon ASN, bahkan harus mempunyai pengetahuan terkait bahasa radikalisme dan terorisme serta narkotika.
“Awal tahun depan (2020), kami menyiapkan konsep, sebelum menjadi ASN, mereka harus ditatar Pancasila. Tidak hanya calon ASN, termasuk ASN yang mau naik pangkat,” ujarnya.
Upaya tersebut sangat penting, lanjut Tjahjo, agar para ASN mengetahui arah reformasi birokrasi. Sehingga tidak hanya birokrasi yang ramping dan cepat, tetapi birokrasi yang membangun dengan tata efektif dan efisien didasari Pancasila.
Sementara Kepala BPIP, Haryono, menambahkan kehadirannya bersama Kepala BNPT pada kegiatan itu, merupakan upaya mengingatkan kembali kepada para ASN, bahwa bangsa Indonesia mempunyai dasar negara yaitu Pancasila.
“ASN adalah mesin birokrasi, mesin pemerintah yang harus menjadi ujung tombak bagaimana mengamalkan Pancasila,” katanya.
“Kita tidak hanya mendorong masyarakat agar Pancasilais, tetapi paling utama pejabat dan ASN harus lebih Pancasilais,” Haryono menambahkan.