Maulid Nabi Muhammad, Potensi Besar Memperkuat Kohesi Sosial

Nasional767 Dilihat

JAKARTA – Ajaran dan teladan Nabi Muhammad SAW tetap relevan dan krusial dalam membangun persatuan di tengah keberagaman Indonesia. Perayaan Maulid Nabi yang serentak dilakukan di banyak daerah di Indonesia bukanlah sekadar hal yang rutin, namun sebagai wujud kecintaan umat Islam dalam mengingat sosok Nabi Muhammad SAW.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Darud Dakwah wal Irsyad (PB DDI), Muh. Suaib Tahir, mengatakan perayaan Maulid Nabi di Indonesia memiliki potensi besar untuk memperkuat kohesi sosial.

“Perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah suatu tradisi yang ada di Indonesia, yang dilakukan sejak dulu oleh nenek-nenek moyang kita. Namun, saya perlu memperingatkan adanya risiko penyalahgunaan momentum Maulid Nabi ini,” ujarnya di Jakarta, Rabu (18/7/2024).

Ia menyayangkan jika perayaan Maulid Nabi yang tujuan awalnya menjelaskan tentang sejarah, perilaku, dan akhlak Nabi, serta meningkatkan kecintaan umat Islam terhadap Nabi Muhammad, justru dimanfaatkan pada hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan awalnya, bahkan untuk agenda politis.

Baca Juga: Maulid Nabi Muhammad, Presiden Jokowi: Rasulullah Inspirasi Menebar Kedamaian

“Jangan sampai tokoh-tokoh agama atau para pemuka-pemuka masyarakat memanfaatkan perayaan Maulid Nabi ini sebagai ajang untuk kampanye atau sebagai ajang untuk mempromosikan agenda-agenda terselubung di antara mereka,” katanya.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang beragam, Suaib menekankan pentingnya menerapkan ajaran Nabi, tanpa terjebak dalam fanatisme berlebihan.

“Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam ketika hijrah ke Madinah, masyarakat di sana itu tidak tunggal, dalam artian beranekaragam masyarakatnya. Ada yang Nasrani, ada Yahudi, ada yang Muslim, dan ada juga yang tidak punya agama,” kata dia.

“Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam mengajarkan tentang keadilan, bagaimana supaya mereka bisa hidup berhukum, bagaimana supaya mereka tidak fanatik, bagaimana supaya mereka bisa menyatu di dalam membangun Madinah,” lanjutnya.

Mengenai prinsip keadilan, empati, dan toleransi yang menjadi inti dari dakwah Nabi Muhammad, Suaib menegaskan, Rasulullah sangat melarang keras umatnya itu fanatik. Artinya sampai Rasulullah itu mengatakan bahwa bukanlah umatku kalau dia fanatik.

Baca Lagi: Maulid Nabi Muhammad, Menag RI: Sosok Rasulullah, Teladan Sempurna Berbagai Aspek Kehidupan

“Kita harus mengerti dengan ajaran agama lain, kita harus memaklumi budaya orang lain. Kita harus memaklumi tradisi orang lain, kita tidak bisa mengklaim bahwa ini salah, ini tidak benar, dan lain sebagainya, lalu mencap mereka sebagai komunitas yang sesat,” katanya.

Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya dialog dan dakwah yang baik. “Dengan mengedepankan dialog, berdakwah dengan baik, maka orang lain akan mengerti. Orang lain akan memahami agama kita, dan kita tidak harus mengatakan bahwa kamu harus begini, kamu harus begini, ini salah, ini salah dan lain-lain sebagainya,” jelasnya.

Dalam konteks Nusantara, Suaib melihat banyak kesamaan antara masyarakat Madinah pada zaman Nabi dengan masyarakat Indonesia saat ini. Karena itu, pola hidup yang dijalankan Rasulullah SAW di dalam membina masyarakat di Madinah, harus menjadi contoh di Indonesia supaya tidak terjadi benturan-benturan antara satu dengan yang lain.

Suaib menambahkan pentingnya mengedepankan kerukunan sosial dan saling pengertian antar komunitas. “Kita harus mengedepankan kerukunan sosial, kita harus mengedepankan kerukunan masyarakat. Kita harus mengedepankan antara satu dengan yang lain saling mengerti,” katanya.

Ia meminta para pendakwah, dai, ulama harus mengedepankan nilai-nilai seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad, bahwa ada kepentingan bersama di Indonesia.

“Kita sama-sama warga negara Indonesia memiliki hak yang sama, kita punya tujuan yang sama, kita punya cita-cita yang sama,” ujarnya.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang diajarkan Nabi Muhammad, Suaib yakin bahwa masyarakat Indonesia dapat hidup berdampingan dengan damai dan sejahtera.

“Dengan prinsip-prinsip demikian atau yang kita istilahkan dengan al-qawasim al-musytarak atau common sense, maka kita bisa menjalankan, selain kita menjalankan nilai-nilai agama kita, juga menjalankan nilai-nilai Pancasila,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 komentar