JAKARTA – Jessica Kumala Wongso, terpidana dalam kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin, resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (9/10/2024). Didampingi oleh pengacara Otto Hasibuan, Jessica berusaha membantah putusan yang telah dijatuhkan oleh Mahkamah Agung (MA) sebelumnya.
“Saya bersama tim dan Jessica datang ke PN Jakarta Pusat ini untuk mendaftarkan permohonan PK atas putusan MA yang telah dijatuhkan kepada Jessica,” ujar Otto Hasibuan.
Ia menjelaskan, PK adalah salah satu upaya hukum yang dapat diambil oleh terpidana untuk membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Meskipun Jessica kini telah dibebaskan secara bersyarat, ia merasa tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan.
Baca Juga: Membangun Sekolah Damai: Pelatihan Guru untuk Melawan Radikalisme di NTB
“Diskusi kami panjang mengenai keputusan ini. Jessica tetap bersikeras bahwa ia tidak bersalah, sehingga sekecil apa pun kesempatan yang diberikan oleh undang-undang, ia ingin melakukan upaya hukum,” katanya.
Novum dan Kekeliruan Hakim
Menurut Otto, tim hukum Jessica telah menemukan novum, atau bukti baru, yang menunjukkan adanya kekeliruan dalam keputusan hakim. Meskipun begitu, ia enggan menjelaskan rincian novum tersebut.
“Meskipun dia sudah di luar, dia ingin membantah klaim bahwa MA menyatakan dia tidak bersalah. Intinya adalah menjaga nama baik dan martabatnya,” ungkapnya.
Jessica sendiri tidak banyak berkomentar tentang langkah hukum ini, hanya menyatakan, “Persiapan, saya enggak berbuat apa-apa. Semua pengacara yang siapin,” saat di PN Jakarta Pusat.
Sejarah Kasus
Kasus Jessica Kumala Wongso mencapai puncaknya pada Desember 2018 ketika MA menolak PK yang diajukan, sehingga hukumannya tetap 20 tahun penjara. Kasus ini menarik perhatian publik sejak terjadi pada awal 2016, ketika Mirna dinyatakan meninggal dunia setelah meminum kopi yang diduga mengandung racun.
Dalam buku ‘Artidjo Alkostar, Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan’, mantan hakim agung Artidjo Alkostar mengungkapkan bahwa Jessica bersalah berdasarkan analisis motif dan hubungan antara dirinya dengan korban, Mirna. Pernyataan ini semakin menguatkan posisi hukum yang dihadapi Jessica.
Pada Agustus 2024, Jessica dibebaskan dari Lapas Pondok Bambu setelah mendapatkan program Pembebasan Bersyarat (PB). Meskipun telah bebas, dia tetap harus melapor secara rutin ke Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Timur-Utara.
Dengan langkah pengajuan PK ini, Jessica Kumala Wongso berupaya untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah dan berhak atas pemulihan nama baiknya. Langkah ini menjadi sorotan publik dan menambah dinamika dalam perjalanan hukum yang panjang dan berliku dalam kasus ini.