Hari Santri Nasional 2024: Momen Rekonsiliasi untuk Persatuan Bangsa

Nasional, Ragam693 Dilihat

JAKARTA – Hari Santri Nasional 2024, yang jatuh pada 22 Oktober, bersamaan dengan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI untuk periode 2024-2029, menjadi sebuah momentum berharga untuk mempromosikan rekonsiliasi di tengah masyarakat yang terpolarisasi akibat perbedaan pandangan politik. Dalam suasana yang penuh tantangan ini, penting untuk mengedepankan persatuan demi membangun bangsa yang lebih kokoh.

Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Habib Nabiel Almusawa, menekankan bahwa menjaga persatuan adalah kewajiban bagi umat Islam. Ia merujuk pada Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 103 yang menyerukan umat untuk bersatu dan tidak terpecah belah.

“Menjaga persatuan itu adalah kewajiban bagi orang-orang yang beriman kepada Allah,” ujarnya di Jakarta, Kamis (24/10/2024).

Tema Hari Santri Nasional tahun ini, “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan,” seharusnya menjadi inspirasi bagi para santri untuk melanjutkan perjuangan pendahulu bangsa dalam membangun peradaban yang lebih baik.

Baca Juga: Komitmen BNPT Lindungi Anak dari Terorisme

Habib Nabiel mengajak santri dan umat Islam untuk menjadi garda terdepan dalam memberantas hoaks dan provokasi yang dapat mengganggu stabilitas masyarakat.

Santri memiliki peran yang krusial dalam sejarah Indonesia. Sejumlah tokoh seperti Pangeran Diponegoro dan KH. Hasyim Asy’ari adalah contoh nyata kontribusi santri dalam perjuangan kemerdekaan.

“Peran santri sangat luar biasa dalam membentuk karakter bangsa,” tegas Habib Nabiel, yang juga menjabat di Rabithah Alawiyah.

Ia menambahkan, santri harus merasa percaya diri dan berkompetisi dengan para ilmuwan untuk kemajuan bangsa.

Dalam konteks pelantikan presiden baru, Habib Nabiel mengimbau masyarakat untuk mendoakan pemimpin baru daripada bersikap skeptis.

“Doakan pemimpin kita, agar mereka bisa menjalankan amanah dengan baik,” ujarnya.

Harapan Habib Nabiel adalah agar pemerintahan yang baru dapat membawa Indonesia menuju kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, sebagaimana harapan dalam doa “baldatun toyibatun warobbun ghofur”.

Dengan momentum yang ada, Habib Nabiel berharap santri tidak hanya fokus pada isu agama, tetapi juga bisa membantu membangun karakter bangsa yang seimbang antara intelektualitas dan religiusitas. Ini penting agar santri dapat menjawab berbagai tantangan zaman yang semakin kompleks.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar