JAKARTA – Setiap 16 November, dunia merayakan Hari Toleransi Internasional, momen berharga untuk merayakan keberagaman dan mengingatkan kita akan pentingnya saling menghormati dalam konteks perbedaan.
Peringatan ini tidak hanya sekadar perayaan, tetapi juga sebagai ajakan untuk merenungkan peran toleransi dalam membangun masyarakat yang lebih baik.
Dengan akar yang kuat pada Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi oleh UNESCO pada tahun 1995, dan pengesahan oleh Majelis Umum PBB satu tahun setelahnya, hari ini menjadi penting sebagai pengingat akan tanggung jawab untuk menghargai hak asasi manusia.
Toleransi bukanlah suatu sikap acuh tak acuh; ia adalah penghormatan aktif terhadap keberagaman budaya dan cara hidup manusia.
Dalam konteks kehidupan global yang terhubung, toleransi menjadi sangat penting. Menurut Ban Ki-moon, mantan Sekretaris Jenderal PBB, toleransi harus diajarkan, dipupuk, dan dipertahankan.
Baca Juga: Skandal Narkoba di Lapas Tanjung Raja
Dalam dunia yang semakin rentan terhadap konflik, toleransi menjadi fondasi untuk menciptakan harmoni, melawan ekstremisme, dan mendorong saling pengertian.
Dunia saat ini menghadapi banyak tantangan, termasuk ketegangan sektarian, pelanggaran hak asasi manusia, dan krisis pengungsian.
Hari Toleransi Internasional menjadi panggilan bagi negara-negara untuk memperkuat dialog dan membangun kohesi sosial.
Dalam hal ini, inklusi sosial menjadi kunci untuk menggantikan ketakutan dengan rasa saling pengertian.
Media lokal dan internasional melaporkan berbagai contoh di mana toleransi berhasil membangun jembatan antara komunitas yang berbeda. Misalnya, di Indonesia, program-program lintas agama menunjukkan bagaimana dialog antarumat beragama dapat meredakan ketegangan.
Baca Lagi: Ancaman Baru dari Utara: Produksi Massal Drone Pembunuh oleh Kim Jong Un
Pendidikan adalah alat yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai toleransi. Negara-negara anggota PBB didorong untuk melaksanakan kegiatan yang mempromosikan toleransi dalam kurikulum pendidikan.
Pendidikan tidak hanya mencakup aspek akademis, tetapi juga pembentukan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam studi yang dilakukan oleh UNESCO, ditemukan bahwa siswa yang diajarkan tentang keberagaman dan toleransi cenderung lebih terbuka dan menghargai perbedaan.
Sebagai contoh, beberapa sekolah di Yogyakarta telah mengimplementasikan program pertukaran budaya yang melibatkan siswa dari berbagai latar belakang.
Melalui interaksi ini, para siswa tidak hanya belajar tentang budaya lain, tetapi juga mengembangkan sikap saling menghormati.
4 komentar