JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengambil langkah bersejarah dengan mengkaji kemungkinan pembebasan bersyarat bagi dua mantan pemimpin Jemaah Islamiyah (JI), junto dengan amnesti bagi anggotanya yang masih mendekam di penjara. Pertimbangan ini muncul setelah 1.300 mantan anggota JI mengikrarkan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jemaah Islamiyah, yang memiliki kaitan dengan jaringan teroris global al-Qaeda, telah dikenal sebagai otak di balik sejumlah aksi terorisme terbesar di Indonesia, termasuk pengeboman Bali pada tahun 2002, yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Selain itu, mereka juga bertanggung jawab atas pengeboman hotel Marriott di Jakarta pada tahun 2003 yang merenggut 12 nyawa. Dengan rekam jejak kekerasan yang mengerikan, JI menjadi target utama upaya penegakan hukum dalam memerangi terorisme.
Dikutip pada laman Teras.id, Sabtu (28/12/2024), Kepala BNPT, Komjen Pol Eddy Hartono, secara terbuka menyatakan pihaknya sedang mengeksplorasi usulan pembebasan bersyarat bagi Abu Rusdan dan Para Wijayanto.
Baca Juga: Sebanyak 34 Personel Polda Metro Jaya Dimutasi Usai Kasus Djakarta Warehouse Project
Abu Rusdan, yang dihukum karena melindungi pelaku serangan Bali, menjalani hukuman pada tahun 2003 dan kembali dipenjara pada tahun 2022 dengan hukuman enam tahun karena aktivitasnya dalam jaringan JI. Sedangkan Para Wijayanto, pemimpin JI dari 2009 hingga 2019, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara pada tahun 2020.
Eddy menilai, pembebasan bersyarat ini akan dibahas lebih lanjut dengan kementerian terkait, sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini menandakan bahwa ada harapan untuk memberikan kesempatan kedua kepada mereka yang bersedia menyatakan komitmen kepada NKRI.
BNPT memastikan bahwa setiap langkah yang diambil akan melalui kajian mendalam dan pengawasan ketat untuk memastikan keberlanjutan keamanan dan stabilitas nasional. Proses ini harus transparan agar publik tetap memiliki rasa percaya terhadap institusi keamanan.
Ulasan Pakar Terkait Pembebasan
Adhe Bhakti, seorang pakar keamanan dari Pusat Studi Radikalisasi dan Deradikalisasi, berpendapat bahwa usulan pembebasan bersyarat mencerminkan apresiasi pihak BNPT terhadap kerja sama mantan pemimpin JI dalam membongkar sisa-sisa jaringan ekstremis mereka.
Menurut Adhe, langkah ini dapat menjadi motivasi bagi mantan anggota lainnya untuk meninggalkan ideologi radikal. “Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki potensi untuk berkontribusi lebih baik kepada masyarakat,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, telah mengonfirmasi bahwa timnya sedang mengumpulkan data terkait jumlah mantan anggota JI yang memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat atau amnesti.
Dalam kaitan ini, Presiden Prabowo Subianto juga tidak ketinggalan merancang amnesti bagi narapidana muda untuk memberi mereka kesempatan berkontribusi kembali kepada masyarakat.
“Proses amnesti ini diharapkan rampung pada awal 2025,” kata Yusril.
Namun, penting untuk dicatat bahwa dua terpidana seumur hidup yang terlibat dalam serangan Bali, Hutomo Pamungkas alias Mubarok dan Ali Imron, tidak termasuk dalam pertimbangan pembebasan.