JAKARTA – Kasus prostitusi Kafe Khayangan yang mempekerjakan anak di bawah umur, menyita perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Apalagi rentang usia anak-anak tersebut antara 14-18 tahun.
Komisioner KPAI, Ai Maryati, meminta Kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut yang omzetnya disebut mampu mencapai Rp1-2 miliar per bulannya. Bahkan jika perlu mengandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Saya mendorong Kepolisian melihat aliran dana ‘mami’ ini ke mana, ini kan melibatkan PPTAK,” ujarnya di Jakarta, Minggu (26/1/2020).
Menurut Maryati, Kepolisian jangan berhenti pada pengungkapan dan penangkapan para tersangka saja. Sebab, dari beberapa kejadian, bisnis ‘lendir’ tersebut kerap dilindungi para mafia-mafia kelas kakap.
“Selalu orang bilang hal-hal seperti itu (Kafe Khanyangan), ada bekingannya di belakang, ada ruang mafia lainnya yang melindungi. Polisi sampai pada wilayah itu tidak?,” katanya.
Sebelumnya, Kepolisian berhasil membongkar pratik prostitusi di Kafe Khanyangan yang berlokasi di kawasan lokalisasi Gang Royal, Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara.
Ternyata, Kafe Khayangan diketahui merupakan pecahan dari Kalijodo. Dimana saat pemerintahan Basuki Thajaja Purnama alias Ahok dibongkar, namun para tersangka mendirikan Kafe Khayangan dan menjajakan pekerja seks komersial (PSK) di bawah umur.
Dalam pengungkapannya, Tim Subdit 5 Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap sebanyak tujuh tersangka. Akan tetapi pada perjalanannya, polisi mendapati setidaknya 70 kafe lain menjajakkan hal yang sama, namun baru Khayangan terbukti mempekerjakan anak di bawah umur, dengan usia 14-18 tahun.
“Info dari tim lapangan, di sepanjang bantaran rel kereta api itu ada sekitar kurang lebih 70-an kafe yang mirip seperti Kafe Khayangan,” ujar Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Piter Yannotama, di Jakarta, Sabtu (25/1/2020).
Kepolisian juga berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komnas Perempuan dan Anak, dinas sosial, dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Sementara Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, menegaskan pihaknya terus menyelidiki praktik prostitusi terselubung di kafe lain. Namun sejauh ini, belum ada indikasi kafe-kafe serupa mempekerjakan anak di bawah umur di sekitar daerah Rawa Bebek, Jakarta Utara.
“Memang betul di satu sisi kasus tentang eksploitasi anak diselidiki tim Polda Metro Jaya, selain ada tim yang menyasar apakah kemungkinan masih ada praktik-praktik kafe-kafe seperti ini daerah sekitar situ,” katanya.
Sekadar diketahui, rata-rata anak di bawah umur itu berasal dari Indramayu, Jawa Barat yang direkrut melalui media sosial. Para pekerja diberi target melayani 10 lelaki hidung belang setiap harinya. Karena itu, diprediksi omzet Kafe Khayangan dapat mencapai Rp2 miliar tiap bulannya.