JAKARTA – Wabah virus corona (COVID-19) menjadi bencana kemanusiaan yang menelan banyak korban. Penerapan kebijakan social distancing yang diterapkan pemerintah ternyata tidak berjalan mulus. Bahkan menimbulkan persoalan baru, yakni penyakit sosial seperti maraknya hoaks dan ketegangan sosial di masyarakat.
Sosiolog yang juga pengamat sosial, Devie Rahmawati, mengatakan perlu kerjasama dari para tokoh masyarakat dan tokoh agama, untuk meyakinkan publik tentang pentingnya social distancing.
“Jadi jangan sampai kemudian ada tokoh yang menyampaikan statement ke publik yang justru menyesatkan publik. Selain itu harus memberikan contoh dengan menolak ketika diminta umatnya untuk mengadakan pengajian di masjid atau ibadah guna melakukan doa bersama. Harus dihindari dulu untuk sementara,” ujarnya di Jakarta, Kamis (26/3/2020).
Pemerintah menurutnya, secara struktur harus membuat aturannya, bukan cuma imbauan. Misalnya siapa yang keluar rumah diberikan sanksi. Termasuk siapa yang kemudian mengeluarkan kalimat yang tidak benar.
“Mungkin bukan hukuman penjara, misalnya denda atau menghapus info yang disebarkannya. Tetapi kalau itu informasi hoaksnya sudah terlalu parah tentu bisa dikenakan undang undang ITE,” kata dia.
Ada dampak yang ditimbulkan dari social distancing, lanjut Devie. Secara sosiologis dan psikologis mempengaruhi pola interaksi manusianya. Yang kemudian secara terminologi mendorong manusia merasa teralienasi (terasing atau terisolasi).
Menurutnya, salah satu pendorong masyarakat tak mengindahkan social distancing adalah faktor ekonomi. “Ada kelompok masyarakat yang kalau mereka ada di rumah, mereka tidak memiliki pendapatan,” ujarnya.
Kemudian, spiritualitas, dimana masyarakat percaya bahwa mereka tidak melakukan hal-hal yang negatif membuat mereka punya rasa percaya diri bahwa penyakit ini tidak menghampiri mereka. Sehingga tak perlu mengindahkan social distancing.
Oleh sebab itu, dibutuhkan pendekatan kultural dan struktural. Karena imbauan yang dikeluarkan pemerintah masuk dalam pendekatan kultural, sehingga dalam konteks gawat darurat.
“Artinya memang harus ada upaya serius dari pemerintah untuk ‘memaksa’ warga untuk ada di dalam rumah,” kata dia.
Devie mengimbau, generasi muda agar untuk mau mengikuti anjuran mengisolasi diri dengan melakukan work from home (WFH) untuk mencegah penyebaran virus COVID-19. Disamping menyarankan agar pemerintah mau merangkul para selebritis-selebritis yang selama ini banyak menjadi patron para generasi muda dalam memberikan imbauan.
“Karena dalam konteks anak muda ketika bicara informasi tentunya berbeda dengan orang tua. Kalau orang tua masih mau ‘mantengin’ informasi-informasi umum. Tetapi kalau anak muda mereka tutup semua telinga mereka,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah bisa kerjasama dengan platform seperti Youtube, Facebok, Instagram, Line Today dan sebagainya. “Tugas pemerintah cukup sederhana minta selebritasi buat konten imbauan atau kampanye WFH,” kata dia.