JAKARTA – International Conference of Islamic Scholars (ICIS) meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mewaspadai adanya kelas-kelas online radikalisme yang tumbuh di masa teknologi informasi dan komunikasi saat ini.
“Untuk mencegah penyebaran paham radikal terorisme, BNPT perlu mengawasi pergerakan kelompok radikal di media online. Karena sekarang dengan adanya aplikasi seperti zoom, mereka bisa saja membuat kelas-kelas online untuk menyebarkan pemahaman mereka,” ujar Wakil Direktur Eksekutif ICIS, Khariri Makmun, di Jakarta, Senin (29/6/2020).
Ia menjelaskan, dulu kelompok-kelompok radikal belajar lewat internet secara otodidak melalui google ,maka kini sudah dapat menggunakan guru melalui kelas online.
“Kalau pertama mereka masih baca sendiri, di doktrin melalui tulisan. Sekarang didoktrin melalui pengajaran dan itu jarak jauh, tentunya selangkah lebih maju. Jadi perlu kita waspadai munculnya generasi kelompok radikal yang hasil dari didikan doktrinasi jarak jauh melalui kelas online itu,” ujar dia.
Oleh sebab itu, perlu moderasi beragama untuk memberi ruang kepada orang lain yang berbeda agama atau berbeda paham. Disamping itu mendorong pemerintah untuk terus mengerahkan upaya lebih dalam mencegah penyebaran paham radikal terorisme di tengah kemajuan teknologi.
“Dengan berpikir moderat, kita akan memberi ruang kepada orang lain untuk berbeda dengan kita. Kalau mereka yang radikal itu tidak memberi ruang bagi orang lain yang berbeda. Sehingga siapapun yang berbeda dengan dia dianggap sesat,” kata dia.
Ketika seseorang bisa memahami agamanya dengan baik, lanjut Khariri, maka secara otomatis orang tersebut bakal bisa menerima Pancasila dengan benar. Hal ini mengingat nilai-nilai Pancasila selaras dengan ajaran Islam.
“Yang terjadi sekarang, dalam memahami ajaran agama mereka banyak memiliki permasalahan dalam memahaminya, sehingga ketika agama disandingkan dalam konteks bernegara dan berpolitik ada miss, ada sesuatu yang hilang dari pemahaman mereka. Inilah kemudian yang memunculkan bibit intoleransi, radikalisme,” katanya.