GARDANASIONAL, JAKARTA – Insiden penikaman terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto beberapa waktu lalu memuculkan sejumlah pertanyaan terkat motif dibalik penyerangan tersebut. Karenanya, eks narapidana terorisme, Nasir Abbas turut angkat bicara.
Ia mengatakan kasus penusukan tersebut merupakan bentuk untuk menunjukkan eksistensi jaringan terorisme tertentu. Baginya aksi terorisme didasari oleh dua kepentingan yakni kepentingan politik dan kepentingan paham. Sementara peristiwa yang ditimpa Wiranto masuk pada kepentingan paham.
“Kita lihat kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulah) ini menjadikan pemerintah sebagai musuhnya. Ini adalah kepentingan paham,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (19/10/2019).
Jika masuk pada kepentingan paham, lanjut Nasir, maka pelaku tak perlu menunggu momen politik untuk melancarkan aksi. “Mereka bisa pakai momen seperti tahun baru, hari besar keagamaan untuk menunjukkan eksistensinya,” katanya.
Karena itu, TNI dan Polri harus selalu waspada. Sebab paham-paham seperti itu sudah berada di tingkat yang serius. Lebih lanjut, paham ini jangan hanya dikategorikan pada jaringan kelompok tertentu sebab ada orang-orang yang memiliki paham serupa tapi tidak terafiliasi dengan kelompok manapun.
Pada kasus terorisme yang terjadi sebelumnya, aparat kepolisian menjadi target penyerangan sebab dianggap sebagai prioritas. Dari sekian musuh yang ada menurut paham tersebut, polisi menjadi target utama karena dinilai menghalangi dan menangkap para pelaku terorisme tersebut.
“Paham seperti ini kan mereka sebut paham pengkafiran. Jadi selama kita semua masih memasang bendera merah putih, menyanyikan indonesia raya, atau mendukung pemerintah dalam bentuk apapun, kita juga termasuk musuh dari mereka-mereka ini,” jelasnya.
“Sekarang mereka itu tidak mesti menggunakan bom untuk melancarkan aksinya. Bisa dengan senjata api, senjata tajam, bahkan kalaupun gapunya senjata, mereka pakai batu juga itu bisa mereka lakukan. Sebab paham ini juga punya idealisme nya masing-masing,” lanjutnya.
Nasir menyebutkan, orang yang menganut paham terorisme tersebut tidak takut masuk penjara. Bahkan apabila seorang anggota kelompok terorisme sudah pernah dijebloskan ke penjara, dapat meningkatkan status sosial mereka.
“Pola terorisme ini selalu melihat momentum, Baik untuk aksi yang besar maupun yang kecil. Tujuannya juga bukan untuk menghancurkan negara, tapi untuk menunjukkan eksistensi mereka,” tutupnya.