JAKARTA – Salah satu ibadah penting dan spesial di bulan Ramadan adalah zakat fitrah. Bahkan sangat istimewa karena diwajibkan bagi seluruh umat Islam tanpa kecuali, guna menyucikan dirinya. Dengan demikian mengajarkan satu hal penting, bahwa menyucikan diri harus diekspresikan dengan berbagi. Sehingga jangan pernah merasa paling suci jika tidak pernah berbagi dan memberi manfaat kepada yang lain.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti) yang juga Ketua Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Anwar Sanusi, di Jakarta, Selasa (4/5/2021).
Ia menjelaskan, zakat terbagi menjadi dua, yakni zakal mal dan zakat fitrah. Dimana zakat mal besaranya 2,5 persen dari jumlah harta yang tersimpan atau tidak terpakai selama 1 tahun. Namun berbeda dengan bunga bank.
“Jika punya deposito di Bank tentu harus mengeluarkan zakatnya dari pokok tabungan awalnya. Bukan dihitung dari bungannya,” katanya.
Kemudian zakat fitrah, nilainya tidak besar tetapi menyeluruh dan merupakan kewajiban. Pada umumnya dikeluarkan mendekati lebaran atau Idul Fitri. Misalnya satu hari sebelum lebaran, disetorkan ke masjid atau mushola, yang nantinya panitia membagikan zakat fitrah tersebut kepada yang berhak menerima.
“Dimana zakat fitrah ini kurang lebih 2,5 kilogram atau 3,5 liter bahan pokok, atau sekitar itulah besarannya per orang. Kalau di duit tinggal dihitung saja. Kalau makannya nasi yang Rp15.000/kilogram maka zakat fitrahnya jangan pakai yang Rp10.000/kg. Jadi syariatnya memang begitu,” ujar dia.
Menurut dia, yang tidak kalah penting adalah infaq dan shodaqoh. Dikeluarkan kapan saja, tidak ada batasan, meski selama ini ada orang menganalogikan besaran berinfaq 2,5 persen setiap bulan.
“Dengan zakat ditambah, infaq dan shodaqoh maka di dalam bulan Ramadan ini dan menyambut Idul Fitri 1442 Hijriyah masyarakat yang mampu dan tidak sama-sama bergembira,” katanya.
Ada beberapa manfaat dari umat Islam yang melakukan zakat fitrah, selain untuk mensucikan diri, juga membantu faktor sosial yaitu silaturahmi antara yang mampu dan tidak mampu.
Kemudian, manfaat secara ekonomi, dapat membangkitkan ekonomi mikro. Misalnya orang yang kurang mampu punya usaha, lalu menerima zakat walaupun tidak besar.
“Dengan uang tersebut dia bisa berkembang, misalnya jual makanan, jual nasi pecel, gado-gado dan sebagainya. Sehingga ekonominya akan meningkat,” kata dia.