GARUT – Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT) mengapresiasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut yang telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Terorisme. Dimana Satgas tersebut terdiri dari berbagai stakeholder, mulai dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Forkopimda Garut, unsur ulama melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) Garut dengan berbagai ormas di bawahnya, perguruan tinggi, dan berbagai Non-Governmental Organization (NGO) lainnya.
Demikian dikatakan, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, pada acara Silahturahmi Kebangsaan di Kabupaten Garut sekaligus pengukuhan Satgas Penanggulangan Terorisme Kabupaten Garut, di Kabupaten Garut, Jumat (29/10/2021)
Ia menjelaskan, Satgas tersebut merupakan langkah fundamental, strategis, dan bisa jadi langkah sejarah, karena di daerah lain belum pernah ada. Apalagi virus ideologi yang bisa menimpa atau memapar terhadap siapa saja, baik sipil, pemuda, pelajar, ASN, bahkan tidak menutup kemungkinan TNI dan Polri.
“Menangani ideologinya nanti Ketua MUI bersama para kyai, ulama, dan lain sebagainya. Kemudian yuridisnya ditangani Kapolres, yang lainnya ada Dandim,” ujarnya.
Menurut dia, dalam menyelesaikan pencegahan paham radikal terorisme oleh Satgas Penanggulangan Terorisme, maka ada tiga upaya yang harus dilakukan. Pertama secara ideologis. Dimana nanti MUI atau baik pusat maupun daerah mengeluarkan fatwa, bahwa aliran yang digulirkan atau disebarkan oleh kelompok tersebut sudah benar-benar sesat dan menyesatkan.
Kedua secara yuridis. Dimana hal tersebut tentunya dilakukan oleh jajaran Polres Garut dalam penegakkan hukum. “Tentunya nanti Kapolres akan melakukan secara objektif dan proporsional serta profesional. Tetapi hal ini akan dilakukan secara smooth, supaya tidak gaduh,” kata dia.
Ketiga adalah dengan cara sosiologis, yaitu bagaimana menjadikan radikalisme sebagai common enemy atau musuh bersama dan menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat Indonesia. Selanjutnya BNPT sebagai badan yang bertugas merumuskan kebijakan, kemudian mengimplementasikan dan mengkoordinasikan dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait untuk bisa menerbitkan regulasi yang mengakar.
Menurutnya, belum ada regulasi atau payung hukum terkait larangan terhadap ideologi yang mengatasnamakan agama yang bertentangan Pancasila. Karena yang ada, baru Undang-Undang Nomor 27 tahun 1999 merupakan turunan undang-undang dari pada TAP MPRS Nomor XXV tahun 1966 yaitu larangan terhadap ideologi komunisme, marxisme, dan leninisme.
“Makanya kalau ada orang teriak-teriak Khilafah, teriakkan dirikan Syariah, ganti sistem negara, kita enggak bisa berbuat apa-apa. Karena belum ada larangan terhadap ideologi radikal kanan yang mengatasnamakan agama seperti kapitalisme, sekularisme, liberalisme yang bisa memunculkan radikalisme. Yang ada baru yang radikal kiri. seperti komunisme, marxisme dan leninisme,” katanya.
Kalau hal tersebut dibiarkan, lanjut Nurwakhid, tentu berbahaya. Karena kategori indeks potensi radikalisme di seluruh Indonesia berdasarkan hasil survey di tahun 2020, sebanyak 12,2% dari seluruh penduduk Indonesia yang 274 juta jiwa. Hal itu terlihat dari tiga indikator, pertama, anti Pancasila, pro Khilafah, dan pro separatis.
“kedua, bersikap intoleran dan eksklusif. Ketiga, anti budaya dan anti kearifan lokal keagamaan. Anti disini bukan berarti tidak. Karena yang namanya tradisi adalah ikhtilaf. Anti disini ada sikap membenci dengan menjustifikasi bid’ah, sesat, kafir, dan sebagainya. Karena dalam, konteks radikal terorisme yang mengatasnamakan agama, akar masalahnya adalah ideologi takfiri, yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda,” ujar dia.
Oleh sebab itu kata Nurwakhid, dibentuknya Satgas Penanggulangan Terorisme di Kabupaten Garut adalah langkah strategis mengcover sebelum munculnya regulasi yang melarang semua ideologi yang bertentangan Pancasila. Berharap daerah lain di Indonesian harus bisa meniru membentuk Satgas serupa.
“Harus meniru Garut, karena 12,2% potensi radikal terorisme menyebar ke seluruh Indonesia. Jadi sekali lagi ini tanggung jawab kita semua,” ujarnya.
Sementara Bupati Garut, Rudy Gunawan, mengatakan tujuan pembentukan Satgas yang terdiri dari berbagai stakeholder adalah sebagai upaya preventif Pemkab Garut dalam meminimalisir penyebaran paham radikal di wilayah itu.
“Apa yang telah dilakukan Pemkab Garut sebagai upaya mencegah penyebaran paham radikal yang diusung kelompok NII tersebut di wilayah Garut,” katanya.
Keberadaan Satgas tersebut, lanjut Rudy, nanti akan meluruskan kalau ada ajaran-ajaran yang menyimpang dari rahmatan lil alamin. Misalnya, ada kelompok yang mengkafirkan.
“MUI bersama ormas Islam di bawahnya sudah dalam keadaan kompak untuk bergandengan tangan bersama pemerintah daerah. Nah untuk TNI dan Polri di mana Polri melakukan langkah-langkah preventif bersama TNI sesuai dengan organnya dan sekarang kita mendapatkan supervisi langsung dari BNPT,” kata dia.
Keberadaan Satgas Penanggulangan Terorisme di Kabupaten Garut merupakan bentuk keseriusan pihaknya dalam menanggulangi masalah radikal terorisme. Sebab urusan aqidah tentunya menjadi urusan MUI.
“Nanti terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pembinaan adalah urusan Bupati, Dandim dan Kapolres. Sementara supervisinya ada dari BNPT, ” katanya.
Pemkab Garut juga menyiapkan anggaran untuk Satgas tersebut sesuai dengan kebutuhan. Tapi lebih awal, Satgas ini akan mendapatkan kendaraan operasional terlebih dahulu pada bulan November mendatang dari Pemkab Garut dalam rangka untuk memberikan suatu kontribusi.