“Seseorang bisa dikatakan moderat kalau mereka menonjol tidak hanya ritualitasnya saja, tetapi juga spiritualitasnya”
Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid
JAKARTA – Akhlak dan spiritualitas merupakan vaksinasi dalam melakukan deradikalisasi yakni proses pengembalian paham radikal menjadi moderat.
Hal itu ditandai dengan berubahnya akar ideologi radikal atau ideologi takfiri dan digantikan dengan ideologi moderat.
Demikian dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, dalam acara “Deep Talk Indonesia Serial Ramadhan” yang diselenggarakan oleh Gerakan Indonesia Optimis, di Jakarta, Kamis (7/4).
“Seseorang bisa dikatakan moderat kalau mereka menonjol tidak hanya ritualitasnya saja, tetapi juga spiritualitasnya,” ujarnya.
“Tidak hanya kehidupan keagamaannya saja, tetapi juga akhlak dan budi pekerti yang luhur yang sejatinya merupakan misi utama para nabi, terutama nabi Muhammad SAW,” lanjut dia.
Baca Lagi: Oke Setiadi Affendi: Manfaatkan Bulan Ramadhan Tingkatkan Kualitas Diri
Ia berharap Gerakan Indonesia Optimis dapat ikut berperan menangkal penyebaran radikalisme dan terorisme yang berkembang di Indonesia.
“Gerakan Indonesia optimis dengan namanya optimis itu sudah memiliki nilai sufi, nilai tasawuf, dan nilai spiritual. Karena seseorang yang memiliki spiritualitas yang menonjol selalu optimis,” katanya.
Optimisme itulah yang seharusnya membangkitkan rasa syukur setiap umat sebagai bangsa yang memiliki heterogenitas dan sangat plural, serta memiliki potensi luar biasa dan harus dibangun dalam toleransi.
Gerakan Indonesia Optimis, kata Nurwakhid, harus mempunyai target lima T. Pertama adalah tawassuth, moderat, berada di tengah.
“Karena dengan di tengah bisa rahmatan lil alamin,” katanya.
Kedua adalah tawazun (seimbang atau proposional). Ketiga yakni tasamuh (toleran). Hal tersebut sangat relevan bagaimana bangsa dibangun di atas toleransi, karena keberagaman dan heterogetinas yang sangat plural.
“Keempat adalah tawasul. Segala sesuatu harus menggunakan media, harus pakai protokoler dan sistem. Tawasul artinya sistem metodelogi ataupun media,” ujar dia.
“Kelima adalah tabbayun. Kelompok radikal terorisme biasanya kurang piknik, kurang cek dan ricek terhadap konten. Hasil survey di dunia maya sebanyak 67,7% adalah konten-konten keagamaan yang intoleran dan radikal,” tambahnya.
Oleh sebab itu, 5T sangat efektif dan bagus dijadikan jargon Gerakan Indonesia Optimis. “Saya yakin akan hebat,” katanya.
Waspada Potensi Munculnya Radikal Terorisme di Bulan Ramadhan
Menurut dia, potensi munculnya aksi radikalisme dan terorisme di bulan Ramadan harus diwaspadai. Mengingat kelompok tersebut melakukan aksinya saat momentum hari-hari keagamaan.
“Bulan Ramadan, kami di BNPT dan Densus menjadi salah satu kalender Kamtibmas dari amaliyahnya kelompok radikal terorisme,” kata dia.
“Mereka akan melakukan aksi dan amaliyah di bulan Ramadan, di bulan besar keagamaan non muslim, serta Natal tahun baru,” lanjut Nurwakhid.
Oleh karena itu, Nurwakhid berpesan agar seluruh masyarakat harus siaga akan hal tersebut, karena potensi melakukan aksi sangat besar, sehingga BNPT dan Densus 88 Anti Teror masif melakukan langkah preventif yaitu menangkap dan menindak.
Terkait pengawasan terhadap mimbar-mimbar agama di area publik yang sulit dikontrol, Nurwakhid menjelaskan, Indonesia belum memiliki regulasi yang melarang semua ideologi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila, kecuali komunisme, marxisme, dan leninisme.
“Ideologi radikalisme agama memang belum ada larangannya, sehingga kelompok teroris dan kelompok radikal hanya dilarang dengan Undang-Undang ormas, yaitu organisasinya. Sementara ideologinya belum,” katanya.
Ia mengatakan, pada tahun 2022 BNPT mencanangkan strategi Pentahelix dengan merangkul lima elemen bangsa, yakni Kementerian/Lembaga, komunitas-komunitas, termasuk komunitas Gerakan Indonesia Optimis, akademisi atau civitas akademika, serta melibatkan dunia usaha, baik itu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) maupun swasta dan juga media.
1 komentar