BNPT: Lima Langkah Memutus Pendanaan Teror Berkedok Lembaga Amal

Nasional5 Dilihat

JAKARTA – Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) tengah mengalami masalah penyelewengan dana donasi umat. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi diduga berkaitan dengan aktivitas terlarang, dan kepentingan pribadi. Disamping, juga menemukan indikasi ACT mengirimkan dana cukup besar kepada seorang terduga anggota kelompok teroris Al Qaeda di Turki.

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid,  membenarkan telah menerima laporan dari PPATK terkait informasi transaksi mencurigakan ACT yang diduga terkait kegiatan jaringan terorisme.

Sesuai tugas dan fungsi BNPT, kata Nurwakhid, pihaknya telah menindaklanjuti data-data tersebut dengan mendalami, mengoordinasikan, dan memafasilitasi aparat penegak hukum baik yang ditujukan kepada individu maupun organisasi yang terlibat dalam jaringan terorisme di dalam maupun di luar negeri.

“Untuk pendalaman kajian, BNPT akan menjalin kerjasama dengan counterpart untuk menelusuri dugaan transaksi untuk individu maupun organisasi yang terlibat terorisme,” ujarnya di Jakarta, Jumat (8/7).

Baca Lagi: Prajurit KRI SIM 367 Terima German Shooting Cord

Sebagaimana diketahui Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkapkan adanya modus jaringan pendanaan teror yang menggunakan cover lembaga-lembaga kemanusiaan. 

Dalam pendanaan terorisme, kedok lembaga amal di tengah masyarakat menjadi sumber dana yang signifikan dalam penguatan jaringan teror.

Kedermawanan Masyarakat Indonesia Dimanfaatkan Kelompok Radikal Menggalang Dana

Menurut Nurwakhid, dalam data World Giving Index tahun 2021, masyarakat Indonesia dikenal sebagai Negara dengan tingkat kedermawanan paling tinggi. 

Potensi tersebut justru menjadi celah yang dimanfaatkan kelompok radikal dan teror untuk menggalang dana dengan modus donasi dan amal.

Karena itulah, ada lima hal yang penting dilakukan. Pertama, mendorong dan memfasilitasi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap berbagai lembaga amal yang diduga terkait kelompok teror atau kelompok radikal.

Kedua, memperketat regulasi terkait pendanaan publik oleh lembaga-lembaga amal. Selama ini pengumpulan dana umat hanya diatur oleh UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. 

“Dua peraturan ini hanya mengatur soal sistem birokrasi perijinan. Belum ada aturan soal akuntabilitas dan sanksi jika terjadi kecurangan atau penyelewengan dan penyalahgunaan dana,” katanya.

Ketiga, karena pemantauan lembaga amal ini berada di bawah Kementerian Sosial, perlu kerjasama dengan Kementerian Sosial dan kementrian terkait untuk membuat peraturan baru yang bisa menutup celah modus penggalangan dana melalui donasi dan filantropi.

Keempat, hal yang bisa segera dilakukan saat ini adalah melakukan sosialisasi terkait dengan lembaga-lembaga amal atau donasi yang terkait dengan kelompok teror kepada para stakeholder yang memantau berbagai lembaga amal tersebut.

Kelima, tentu saja melakukan edukasi terhadap masyarakat untuk lebih jeli dan selektif dalam memilih lembaga amal dan donasi. Partisipasi pengawasan dan pemantauan masyarakat juga menjadi penting agar dana umat dan dana kemanusiaan lainnya yang bertujuan mulia tersebut tidak diselewengkan dan disalahgunakan untuk kepentingan aktfiitas yang melanggar hukum.

Nurwakhid mengimbau agar masyarakat berdonasi melalui lembaga-lembaga resmi dan kredibel serta direkomendasi pemerintah.

“Termasuk saluran donasi ke luar negeri melalui Kementerian Luar Negeri atau lembaga yang direkomendasi Kementerian Luar Negeri,” ujar dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar