JAKARTA – Sebagai upaya mengoptimalisasikan Islam Wasathiyah, ulama, umaroh, dan umat harus saling bersinergi dan mendekatkan dalam memperkuat ukhuwah dan menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Apalagi ulama juga berperan penting dalam membangun masyarakat yang moderat, baik dalam beragama dan bernegara, guna mencegah penyebaran paham radikal, terorisme, dan ekstremisme di Indonesia.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, saat menjadi narasumber pada acara ‘Ngaji Kebangsaan’ yang digelar oleh Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme, Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) di Pondok Pesantren Motivasi Indonesia, Burangkeng, Setu, Kabupaten Bekasi, Rabu (21/9/2022).
Nurwakhid mengatakan, perlu rembuk atau duduk bersama melalui wadah Ngaji Kebangsaan, dalam upaya menyebarkan moderasi beragama guna mencegah paham radikal terorisme di masyarakat
Ngaji Kebangsaan, katanya, merupakan bagian daripada program pentahelix kebijakan BNPT, yaitu melibatkan pemerintah, masyarakat, media, civitas akademika, dan pengusaha.
“Dalam konteks melibatkan ulama ini adalah ormas keagamaan yaitu masyarakat. Karena ormas keagamaan terutama pesantren adalah potensial untuk menjadi vaksinasi ideologi, menyebarluaskan moderasi beragama atau wasathiyah,” kata dia.
Nurwakhid menjelaskan, sejatinya memang radikal terorisme merupakan cermin dari krisis ritualitas. Dimana mereka lebih menonjolkan ritualitas, kemudian identitas formal serta simbol-simbol formal keagamaan, namun lemah di bidang spiritual atau maqom ikhsan, akhlak, perilaku dan budi pekerti.
“Mereka ini bersikap radikal karena tidak wasathon atau tidak moderat. Sehingga tidak menjadi rahmatan lil alamin, tapi rahmatan lil kelompoknya,” kata dia.
“Inilah tugas para ulama, kyai, masyayikh, dan pondok pesantren untuk menggelorakan Islam wasathiyah atau bisa dikatakan Islam nusantara atau rahmatan lil alamin,” tambahnya.
Radikal Terorisme Bukan Hal Baru di Indonesia
Penyebaran paham radikal terorisme bukanlah hal baru di Indonesia. Karena itu, setiap orang berpotensi terpapar paham tersebut, yang pada akhirnya menjadi pelaku kejahatan terorisme.
Potensi itu, kata Nurwakhid, dapat dilihat dari tersebarnya narasi radikalisme yang mengitari masyarakat, semisal sentimen keagamaan, narasi umat yang diperlakukan tidak adil, keterancaman, dan sebagainya.
Untuk itu dirinya menekankan kepada para tokoh agama yang merupakan para Ketua ataupun Pengurus MUI di tingkat Kecamatan se-Kota dan Kabupaten Bekasi yang hadir dalam Ngaji Kebangsaan tersebut, agar selalu menjaga diri terhadap segala macam paparan paham radikal terorisme yang disebarkan kelompok tersebut.
“Caranya bagaimana? Caranya yaitu belajar mengaji kebangsaan terhadap ulama-ulama yang moderat, dalam konteks ini ulama-ulama yang tergabung di dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) yang didalamnya ada NU, Muhammadiyah, Al~Irsyad Al Islamiyah, Al~Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Mathla’ul Anwar, Al-Ittihadiyah, Nahdatul Wathan dan sebagainya,” ujarrnya.
Sementara Ketua BPET MUI, Muhamad Syauqillah, mengatakan tujuan diadakannya Ngaji Kebangsaan adalah upaya memberikan semangat kepada jajaran MUI di level daerah atau Kecamatan, untuk lebih peduli terhadap fenomena penyebaran paham radikal terorisme yang masih terjadi di Indonesia.
Olehnya, BPET MUI meminta urun rembuk dengan para kyai, ustad ustadzah di level kecamatan yang ada di Kota dan Kabupaten Bekasi, agar problem yang terjadi di lapangan bisa diatasi dengan bergerak bersama-sama di level bawah.
“Kami nilai ini sebagai sebuah strategi yang bisa sangat efektif mencegah munculnya ekstrimisme dan terorisme di masyarakat,” kata dia.
Dengan menggandeng BNPT, pihaknya akan terus menyelenggarakan kegiatan seperti Ngaji Kebangsaan, yang selanjutnya akan digelar di wilayah Tangerang, setelah sebelumnya kegiatan serupa juga telah digelar di wilayah DKI Jakarta dan Bogor.
Senada, pengasuh Pondok Pesantrean Motivasi Indonesia, KH Ahmad Nurul Huda Haem, menambahkan pentingnya acara seperti ini di lingkungan pesantren.
Karena pesantren sejak awal berdiri bukan hanya untuk santri di dalam pondoknya saja, tapi juga untuk lingkungan masayarakat penyangga yang ada di sekitar pesantren.
Dimana salah satu yang dibiasakan pesantren adalah pengajian umum atau pengajian terbuka, di mana pengikutnya bukan hanya santri dan orang tua santri, tetapi juga masyarakat luar.
Ia berharap, acara Ngaji Kebangsaan bukan yang pertama dan yang terakhir digelar di lingkungan pesantren. Hal seperti itu harus segera ditindaklanjuti baik oleh Densus 88, BNPT, maupun BPET MUI, untuk terus bekerja sama dengan Pesantren.
“Karena begitu bekerjasama dengan pesantren, maka masyarakat penyangga pesantren yang sangat dekat dengan Pesantren juga akan mendapatkan imbas pengetahuan, imbas pencerahan yang luar biasa utamanya dalam hal pengetahuan pencegahan paham radikal terorisme di masyarakat,” katanya.